Blog Majalah Pearl
Sambil meminum secangkir teh,
selamat membaca artikel-artikel kami!
Belajar dari Silsilah Kristus
Saat kita membaca silsilah Yesus Kristus pada kedua bacaan tersebut, kita bisa melihat deretan nama. Beberapa di antaranya adalah nama-nama yang banyak dikenal orang, beberapa lainnya tidak banyak dikenal dan dibahas, bahkan ada nama-nama yang baru saja kita dengar. Kenapa ya, nama-nama itu disebutkan di dalam Alkitab? Seberapa pentingkah nama-nama tersebut? Awalnya sewaktu kita membaca deretan nama-nama ini, kita tidak mengerti mengapa nama-nama ini disebutkan dan tidak menyadari bahwa ada dua fakta menarik ketika kita mencermati deretan nama-nama ini.
God’s Love Language
Gary Chapman, penulis buku “The 5 Love Languages”, menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki bahasa kasih—cara yang menunjukkan bagaimana seseorang merasakan bahwa dia dikasihi. Bahasa kasih dari buku Gary Chapman ini digolongkan menjadi lima jenis: kata-kata yang membangun, menghabiskan waktu berkualitas bersama, memberikan hadiah, melayani, dan sentuhan fisik.
Akankah Memilih Pergi?
Dalam pelayanan-Nya di dunia, Yesus menarik perhatian banyak orang. Beberapa menyebut diri murid Yesus, sedangkan yang lain hanya sekedar pengikut. Namun, berjalan bersama Yesus bukanlah perkara mudah. Tidak semua orang dapat bertahan hingga akhir.
Harga sebuah Panggilan
“Jadi orang Kristen itu enak, yah. Tuhan mereka baik banget. Selalu kasih berkat materi, pemulihan, kesembuhan, dan sebagainya... Kelihatannya ga punya masalah dan selalu bahagia.”
Benarkah begitu?
Ragi Kemunafikan
Kita tentu tahu apa itu ragi, apalagi bagi Pearlians yang suka membuat roti. Biasanya, ragi hanya dipakai sedikit saja untuk satu adonan yang cukup banyak. Tapi uniknya, ragi yang sedikit itu ternyata bisa berpengaruh besar: begitu adonan yang sudah diragi didiamkan beberapa saat, adonan itu akan mengembang. Makanya Tuhan Yesus beberapa kali menggunakan ragi sebagai metafora untuk sesuatu yang kelihatannya kecil tapi sebenarnya berdampak besar.
Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia
Dengan mudahnya, para (calon) murid Yesus meninggalkan pekerjaannya dan mengikuti Yesus. ASLI, begitu mudahnya, seperti gak berpikir. Kira-kira seperti ini kejadiannya:
Yesus : Aku akan membuatmu menjadi penjala manusia. Yuk, ikut Aku!
Para (calon) murid : Ayooo! (meninggalkan jalanya dan langsung pergi mengikut Yesus).
Apa Untungnya?
Pada dasarnya, kita—sebagai manusia—selalu mencari “untung”, profit, atau upah dalam melakukan sesuatu karena kita tidak mau apa yang sudah kita lakukan dan kerjakan dengan susah payah itu sia-sia, apalagi merugi. Salahkah itu? Sebenarnya tidak salah dan itu manusiawi kok, selama masih dalam batas wajar dan tidak merugikan orang lain. Ketika kita ditawarkan pekerjaan atau diajak berbisnis, pasti kita akan menghitung untung-rugi dan itu sangat wajar. Jangan sampai kita sudah mencurahkan tenaga, waktu, dan biaya tapi ujung-ujungnya membuat kita rugi. Ya, kan?
Menjadi Pengikut Yang Seperti Pohon Aras Bagi Kristus
Tidak terasa sebentar lagi kita akan memasuki bulan Desember—bulan yang biasanya penuh salju saat musim dingin di belahan negara dunia yang lain. Hehe. Nah, ketika membayangkan salju yang memenuhi taman dan menutupi tumbuhan, kira-kira apa yang terlintas di pikiran Pearlians? Suram? Tidak ada kehidupan seperti di musim-musim lainnya? Atau ingatan terhadap ketidakberdayaan yang sedang dihadapi?
Tahukah Pearlians bahwa ternyata ada tumbuhan yang masih tetap dapat bertahan hidup walaupun musim dingin sedang berlangsung?
Delayed Obedience
Pada pelayanannya di bumi, Yesus menunjuk 12 orang untuk menjadi murid-Nya dengan sebuah ajakan, “Mari, ikutlah Aku...” (Mat 4:19). Dalam versi terjemahan Bahasa Inggris, ayat yang sama berbunyi, “Come, follow me…” Sejak itu, mereka yang dipanggil oleh Yesus meninggalkan pekerjaan dan keluarganya lalu mengikuti-Nya (Mat 4:22). Pada zaman itu, belum ada istilah “Kristen”. Orang-orang yang mengikuti Yesus, dikenal dengan sebutan para pengikut Kristus (Christ’s followers) atau para murid (Christ’s disciples). Seorang murid akan mengikuti guru (rabbi) mereka ke mana pun ia pergi, menirukan cara hidupnya, cara bicaranya, bahkan sampai ke cara ia makan. Pada intinya, tujuan hidup seorang murid adalah menjadi sama atau serupa dengan gurunya. Mereka mendedikasikan seluruh hidupnya untuk itu.
The Forgotten Ingredient for a Tasteless World
Pandemi Covid-19 ini sudah berlangsung lebih dari setengah tahun, tapi tampaknya dunia berubah dengan sangat drastis, ya? Semua orang sibuk untuk bertahan hidup, tetap sehat roh, jiwa dan tubuhnya. Kalau kita mau peka, di saat semua orang sibuk dengan hidup mereka, ada sesuatu yang bisa dipertanyakan:
Masihkah ada kasih di dunia yang hambar ini?
Mengampuni Karena Diampuni
Bertahun-tahun yang lalu, aku sangat membenci seseorang. Sulit rasanya mengampuni apa yang dia lakukan. Aku tahu aku akan lebih tenang kalau mengampuni, tapi rasanya gak sanggup. Tuhan ingatkan, “AKU sudah mengampuni kamu, Meg, perbuatlah yang sama baginya.” Tapi aku berdalih, “TUHAN, aku gak mau dia merasa menang setelah apa yang diperbuatnya padaku.” Sampai akhirnya seseorang menegurku, “Meg, ini bukan masalah menang atau kalah. Kamu mau taat ato gak sih? Katanya mau taat…”
WHAT MATTERS MOST
Bila sudah lama menjadi orang Kristen (yang lahir baru, bukan hanya Kristen KTP), kita akan terbiasa dengan kutipan-kutipan ayat Alkitab, isi khotbah, ritual kebaktian, bahkan juga kesibukan pelayanan di gereja. Tanpa disadari, semua hal baik yang kita terima dan lakukan tersebut terkadang menjadi sekedar rutinitas (atau jadi beban tersendiri?) hingga kita melupakan alasan mengapa kita melakukannya. Ketika kita melupakan “the why” di balik apa yang kita lakukan, kita menjadi kehilangan arah serta tujuan. Akibatnya, “the why”—yang merupakan hal penting—ini sering tergusur urutan prioritasnya oleh hal yang terlihat “urgent” atau mendesak.
Ironi dari sebuah Pengajaran Agung
Pernahkah Pearlians merasa kesal saat melihat ada orang lain yang tidak memahami perintah yang baru saja diberikan? Misalnya saja ada anak, murid, atau karyawan kita yang justru melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang kita suruh. Hmmmm… rasanya gemas dan tidak habis pikir, ya? Bahkan mungkin kita jadi berpikir, “Aku salah apaaaa? Kok, mereka nggak ngerti-ngertiii. Hufttt… “
Karena hanya Satu yang baik
Seorang muda yang berstatus pengusaha sukses dan kaya tidak juga merasa cukup dengan semua pencapaiannya. Suatu hari dia bertemu dengan Sang Maha Guru dan bertanya, “Guru, perbuatan baik apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Sang Maha Guru: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Karena hanya Satu yang baik.”
THE LAST = THE FIRST? HOW COME!
Siapa sih, yang tidak mau jadi orang yang diutamakan, atau jadi orang nomor satu (dari depan, tentunya)? Apalagi kalau kita seorang wanita, wah… pengen banget jadi yang pertama dan diutamakan. Kan, ada istilah “ladies first”, tuh. Bahkan di beberapa tempat, ada tempat parkir dan diskon khusus bagi para wanita di hari-hari tertentu. Hayo, siapa yang pernah memanfaatkan situasi seperti itu?
Siapakah Yang Terbesar?
Hasrat untuk menjadi yang paling besar rasanya ada di hati setiap manusia. Ingin jadi yang terpandai, ingin jadi yang tercantik, ingin jadi yang paling hebat! Sangat manusiawi. Bahkan di Markus 9:33-37 pun tercatat jelas bahwa para murid sempat bertengkar saat membicarakan siapa yang terbesar di antara para murid. Siapakah yang paling besar?
Mengapa Yesus Mau Melayani?
Mayoritas orang Kristen pasti pernah mendengar tentang kisah Tuhan Yesus membasuh kaki para murid-Nya. Ini peristiwa yang tidak biasa, karena di mana-mana guru atau tuan itu dilayani dan dituruti—bukannya malah melakukan hal yang rendah bagi pengikutnya. Namun Yesus mendobrak norma dan menentukan standar yang baru bagi para pemimpin. Tapi mengapa Dia mau melakukannya?
Berdoa dengan Keteguhan
Memasuki minggu terakhir di bulan Juli, kita masih akan belajar dari perumpamaan yang diajarkan Yesus. Kali ini adalah tentang hakim yang tidak benar, seperti yang tertulis di Lukas 18:1-8. Perumpamaan ini unik; kalau perumpamaan-perumpamaan lain punya makna yang tersirat, Lukas justru menegaskan maksud perumpamaan ini sejak awal.
“TERHILANG? AKU? AH, YANG BENER AJA!”
Ketika masih kecil, setiap kali pergi ke sebuah tempat, saya suka sekali mencari tahu apa saja yang ada di sana. Ketika keluarga kami bepergian, Nenek bahkan pernah menyarankan agar Mama mengikat saya dengan semacam tali laso. Tentu saja agar saya tidak pergi sesukanya sendiri, meskipun waktu itu saya masih berusia 2,5 tahun.
Bagi saya, banyak hal yang ingin saya eksplor di tempat baru, tapi belum tentu orang tua saya mengijinkan atau mau menemani ke sana. Kalau begitu, bukankah pilihannya pergi diam-diam sendirian?
Akhirnya Aku Mengerti
Ketika masih SMA, saya sangat tidak suka pelajaran Fisika. Aneh, karena saya mengambil jurusan IPA. Selama dua tahun, pelajaran itu menjadi “duri dalam daging” bagi saya. Nilai Fisika saya? Yah, yang penting cukuplah untuk lulus. Tapi lalu sesuatu yang “ajaib” terjadi.