DRAKOR: "PINNOCHIO"

by Benita Vida 

Halo, Pearlians! Semoga semua dalam keadaan yang baik, semangat, dan bersukacita! Kali ini, kita mau membahas tentang drama Korea. Drakor alias drama Korea sedang trending tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Buktinya, banyak fans meeting diadakan di berbagai negara. Tentunya kita tidak hanya menikmati drama, tetapi juga bisa mengambil pelajaran-pelajaran yang disampaikan melalui drama tersebut, ya! Drama yang mau aku bahas kali ini berjudul "Pinnochio". Siapa yang pernah dengar? Siapa yang pernah nonton? Drama ini tayang pada tahun 2014 dan seru sekali untuk ditonton, lho! 

Pinnochio adalah drakor yang bercerita seputar kehidupan reporter. Pemeran utama wanita yang bernama Choi In Ha (CIH) memiliki mimpi menjadi seorang reporter untuk mengikuti jejak ibunya, yang adalah seorang reporter terkemuka. Namun, ada satu masalah yang menghalangi CIH menjadi seorang reporter. CIH menderita sindrom Pinnochio yang membuatnya hiccup (cegukan) bila ia berkata bohong. Sindrom Pinnochio ini tidak ada di dunia, ya, teman-teman! Penyakit ini hanyalah fiksi dalam drama. 

Akibat penyakitnya itu, CIH selalu ditolak saat melamar bekerja sebagai reporter karena reporter perlu untuk bersilat lidah, bahkan tidak mengatakan kebenaran dalam aksinya. Tidak ada stasiun televisi yang mau menerima CIH karena CIH tidak bisa bersilat lidah dan akan cegukan saat mengatakan hal yang tidak sesuai kenyataan. Singkat cerita, ada salah satu stasiun televisi yang ingin menaikkan pamornya. Akhirnya stasiun televisi ini mempekerjakan CIH. Stasiun televisi ini ingin membuat masyarakat percaya bahwa berita yang mereka sampaikan adalah kebenaran, yaitu dengan mempekerjakan seorang dengan sindrom Pinnochio yang tidak bisa berbohong. 

Dalam perjalanan karirnya, CIH mengalami banyak kesulitan karena seringkali yang harus dia sampaikan di kamera bukanlah sebuah fakta. CIH pun selalu cegukan dan dimarahi. Di sisi lain, CIH memiliki teman bernama Choi Dal Po (CDP) yang merupakan korban dari ketidakbenaran yang disampaikan oleh ibu CIH sewaktu menjadi reporter yang menyebabkan keluarganya meninggal. CDP diangkat anak oleh kakek CIH karena kakek CIH sudah pikun lalu mengira CDP adalah anaknya yang sudah meninggal. CDP pun menjadi seorang reporter dengan tujuan membalas dendam kepada ibu CIH dan berjanji akan selalu menyampaikan kebenaran dalam berita yang dibawakannya. Tentu saja ini bukanlah hal mudah, bahkan CDP sempat menyerah karena mengetahui bahwa banyak kebohongan yang harus dikatakannya sebagai seorang reporter. Tapi pada akhirnya kedua orang ini berhasil melalui tantangan dan membuat mereka berani untuk menyampaikan kebenaran dari suatu kejadian dalam berita.  

Wah, tidak mudah memang, ya, untuk bisa menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya! Mungkin saja ada karir yang harus dipertaruhkan, kadang ada materi yang harus direlakan, tak jarang pula ada harga diri yang siap diinjak. Akibatnya, seringkali kita tidak berani menyatakan kebenaran. Terkadang, kita juga tidak terlalu peduli dengan kebenaran dari suatu kejadian dan hanya menyampaikan cerita-cerita atau berita yang kita dengar kepada orang lain, tanpa mengecek dahulu kebenarannya. Padahal ada kekuatan di dalam perkataan yang kita ucapkan? Bagaimana jika ternyata berita yang kita sampaikan tidak benar sebagian atau seluruhnya, dan malah merugikan orang lain? Bagaimana jika berita yang kita sampaikan merusak reputasi orang lain, bahkan mempermalukan dan membunuh karakternya? 

Alih-alih memberitakan isu atau gosip yang merusak relasi dan menghancurkan reputasi orang lain, marilah kita belajar dari nasihat rasul Petrus untuk memberitakan kebenaran Kristus.  

“Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja, sebaliknya kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya.” (2 Petrus 1:16 TB2)

Kita bukan hanya tidak boleh menyimak atau mengikuti berita isapan jempol, kita juga dilarang untuk menyebarkannya. Berita isapan jempol adalah berita yang ringan seperti angin, tidak berguna untuk membangun iman dan karakter. Berita semacam ini cenderung merusak relasi dan mengganggu mental, serta berpotensi menimbulkan perpecahan, ketakutan dan huru-hara. Banyak berita yang beredar harus kita klarifikasi dahulu kebenarannya bila kita rasa itu penting dan perlu untuk disampaikan kepada orang lain. Bila kita bukan saksi mata dari sebuah peristiwa, berhati-hatilah untuk tidak menyebarkannya dan menjadi tukang gosip. 

Sebagai anak Allah, kita harus menyatakan kebenaran. Kejujuran haruslah menjadi karakter kita sebab Allah berfirman: 

“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5:37)

Namun, apakah kita siap dengan konsekuensinya? Bukankah sedikit berbohong demi kebaikan, atau menutupi sebagian dari kebenaran itu tidak apa-apa? Toh, kita tidak merugikan siapapun dan membuat kita aman dari masalah? Percayalah, saat kita melakukan kebohongan yang kita anggap dosa kecil, iblis sedang mengintip dan siap masuk merebut hatimu. Satu kebohongan harus ditutupi dengan kebohongan lainnya, sehingga pada akhirnya kita tidak bisa lepas dari jerat kebohongan. Iblis adalah bapa segala dusta. Dalam Titus 2:3 dan 1 Timotius 3:11 kata “pemfitnah” berasal dari akar kata yang sama dengan kata “iblis” yaitu diabolos, yang juga mempunyai arti suka menjelekkan orang. 

Mari kita memeriksa keadaan hati kita saat ini! Apa yang menjadi motivasi saat kita hendak menceritakan sebuah berita kepada orang lain? Apakah kita sedang ingin menjelekkan orang lain dan membuat diri kita terlihat lebih baik? Semoga Pearlians semakin mawas diri dalam berkata-kata, ya! Mari kita memeriksa juga kecenderungan hati kita! Apakah melakukan kebohongan kecil membuat kita biasa saja? Ataukah ada "hiccup" dan sindrom Pinnochio saat kita tidak mengatakan kebenaran? Allah rindu kita menjadi pembawa kebenaran di dunia ini. Yesus adalah jalan dan kebenaran dan hidup, sehingga sebagai anak Allah kita harus meneladani Yesus, Sang kebenaran itu. 

Dalam drama ini, CDP yang sudah pernah merasakan betapa perkataan dan berita yang disampaikan dapat mengubah hidup orang menjadi lebih buruk, tidak ingin melakukan hal yang sama kepada orang lain. CDP berusaha mencari kebenaran sebelum menyampaikan berita yang disampaikannya. Ada kalanya kita tidak terlalu peduli dengan keadaan orang lain. Bahkan merasa lega saat penderitaan kita sudah berlalu, dan memandang penderitaan orang lain sebagai beban yang harus ditanggungnya sendiri. Mari kita belajar untuk memiliki empati dan belas kasihan kepada sesama kita. Ada kalanya Allah mengizinkan kita mengalami sebuah proses berat dalam pergumulan hidup agar kita dapat membagikan pengalaman iman itu kepada orang lain yang sedang mengalami pergumulan serupa. Dengan demikian, kita dapat menjadi berkat dan memberikan kekuatan kepada orang tersebut. 

CDP hampir menyerah menjadi reporter karena banyaknya kebohongan yang harus dilakukan dan wajar untuk dilakukan dalam lingkungan pekerjaanya. Bukankah aneh saat dia menjadi orang yang menyampaikan kebenaran? Apakah dia siap menjadi satu-satunya orang yang berbeda di lingkungannya? Sebagai anak Allah, kita memang dipanggil untuk menjadi berbeda dan tidak mengikuti arus dunia, bahkan menjadi domba di tengah serigala. Seram ya!? Tapi untuk itulah kita dipanggil. Sekalipun kita menjadi domba di tengah serigala, Allah berjanji bahwa Dia akan selalu menyertai kita, bahkan memberikan kita hikmat untuk bisa cerdik menghadapi masalah dengan berpegang pada kebenaran Firman-Nya. 

“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matius 10:16)

Drama ini menceritakan beratnya perjalanan mengungkap kebenaran dalam dunia reporter. Namun sesungguhnya setiap pekerjaan yang kita lakukan pasti memiliki perjuangannnya masing-masing. Bila kita melakukan segala sesuatu untuk Tuhan, maka kita harus melakukannya dengan cara Tuhan, yaitu dengan cara yang sesuai dengan kehendak-Nya. Tentu saja sangat sulit, kita harus siap menjadi berbeda, menjadi aneh, dipandang remeh, bahkan kehilangan promosi yang kita inginkan. Namun percayalah promosimu berasal dari Allah dan apa yang berasal dari Allah akan disertai dengan perkenanan-Nya.  

Memang tidak mudah melawan arus dan berpegang teguh pada kebenaran saat dunia memandang kebohongan sebagai hal yang normal dan wajar. Marilah kita tetap berpegang pada perintah dan kebenaran Allah, serta mengambil bagian menjadi orang yang benar yang menggarami dunia yang sudah tawar ini. Mari kita lakukan bagian kita sebagai orang benar dan biarlah Allah yang menjadi penilai. Yakinlah bila saatnya sudah tiba, Allah akan menerbitkan kebenaranmu dan tidak ada yang bisa mengguncang kita karena kita disertai-Nya.  

“Ia akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang.” (Matius 37:6)

Selamat berjuang!  

Previous
Previous

Masak Sendiri SaTe-mu

Next
Next

Kapan 'Self-care' menjadi 'Selfish'?