Kapan 'Self-care' menjadi 'Selfish'?
by Poppy Noviana
Kondisi pandemi memang sudah berlalu, namun efek samping dari kondisi tersebut belum sepenuhnya berlalu. Luka mendalam kehilangan keluarga terdekat, efek samping mental yang terguncang, dan masalah kesehatan lainnya mulai bermunculan seperti depresi, kecemasan berlebih, dan tingginya tingkat kekerasan, khususnya yang menyerang usia muda. Hal ini didukung oleh studi yang dipublikasikan pada website resmi https://www.washingtontimes.com/news/2023/may/2/study-finds-youth-er-visits-emotional-crisis-doubl/. Saya sendiri sadar masih ada kecemasan, kesulitan untuk rileks, dan ketergantungan pada teknologi sangat tinggi sejak pandemi.
Akibat masalah di atas, maka timbulah banyak pandangan dan kebiasaan-kebiasaan baru dalam masyarakat seperti self-care. Bentuk self-care bisa apa saja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dari semua aspek, baik kesehatan, kepuasan emosional dan, perasaan nyaman. Hal ini semakin menjadi tren yang cukup viral. Hari-hari ini #healingtime, #metime, dan kegiatan memperhatikan diri sendiri lainnya menjadi concern di masyarakat. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, apalagi kita sebagai orang percaya memahami bahwa tubuh ini adalah bait Roh Kudus.
Self-care adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu untuk merawat dirinya sendiri baik itu secara rohani maupun jasmani. Akan tetapi, self-care sering dianggap selfish oleh sebagian orang karena adanya mindset bahwa: “kita harus memedulikan dan mementingkan orang lain terlebih dahulu daripada diri kita sendiri.” Akhirnya, konsep tersebut tertanam (sumber: https://www.gramedia.com/best-seller/self-care/). Firman Tuhan memberikan pandangan yang jelas mengenai pentingnya self-care yang tepat bagi tubuh kita, yang merupakan bait Roh Kudus.
Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
(1 Korintus 6:19-20 TB)
Sebagai orang Kristen, tubuhmu adalah tempat tinggal pribadi Roh Kudus (lih. Roma 8:11 di mana Roh itu merupakan tanda dari Allah yang menyatakan bahwa kamu menjadi milik-Nya). Karena Roh itu tinggal di dalam dirimu, tubuhmu sama sekali tidak boleh dicemarkan oleh kenajisan atau kejahatan apa pun, baik oleh pikiran, keinginan, tindakan, film, buku maupun majalah cabul. Sebaliknya, kamu harus hidup sedemikian rupa sehingga menghormati dan memuliakan Allah dengan tubuhmu (Full Life Commentary). Setiap tindakan self-care yang Pearlians lakukan harus selalu mempertimbangkan apakah hal itu membangun tubuh kita dan memuliakan Allah.
Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
(2 Kor 5:15 TB)
Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menuliskan bahwa kita yang telah ditebus oleh darah Kristus seharusnya tidak lagi hidup bagi diri kita sendiri melainkan menjalani kehidupan yang berpusatkan pada Kristus. Demikianlah halnya merawat diri sendiri yang kerap kita sebut sebagai self-care, apakah Pearlians melakukannya karena hidupmu berpusat kepada Kristus atau berpusat kepada diri sendiri?
Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang Ajaib.
(1 Petrus 2:9 TB)
Kita adalah umat kepunyaan Allah yang dikuduskan dan dipanggil untuk memberitakan pekerjaan Allah yang besar. Kehadiran kita di dunia bukan untuk hidup bagi diri kita sendiri, melainkan untuk keluar kepada dunia yang belum mengenal Tuhan dan memberitakan injil-Nya. Kita ditugaskan melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya (Efesus 2:10)
Nah, setelah menyadari bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus, kamu telah ditebus menjadi milik Kristus, serta dipersiapkan untuk melakukan pekerjaan baik, dapatkah saat ini Pearlians mengidentifikasi apakah kamu sedang melakukan self-care atau selfish dengan mengenali apa pusat hidupmu dan landasan motivasimu dalam merawat diri.
Surat Paulus kepada Timotius mengajak kita untuk mengutamakan latihan rohani karena bermanfaat dalam segala hal, namun tetap tidak mengabaikan latihan jasmani. “Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.” (1 Tim 4:8 TB). Jadi, langkah selanjutnya setelah kita memahami dasar yang tepat untuk merawat diri agar tidak kebablasan menjadi selfish dengan kedok self-care adalah menentukan prioritas. Berikut ini adalah beberapa latihan rohani untuk merawat diri sendiri tanpa menjadi selfish.
1. Memilih Pusat Hidup yang tepat
Agar tidak salah berinvestasi buat diri sendiri, Pearlians perlu membiasakan diri melakukan kebenaran Firman Tuhan. Paulus dalam kitab Galatia menuliskan betapa perasaan hati dan pemikirannya tentang apa yang seharusnya ia hidupi dan menjadi poros hidupnya bukan berasal dari dirinya sendiri, tetapi berasal dari Kristus yang hidup dalam dirinya. Hal inilah yang memampukan dia untuk menemukan kepuasan hidup, memperoleh kelegaan yang dijanjikan-Nya dan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia. Bagaimana dengan Pearlians dalam konteks merawat diri, apakah seturut dengan pimpinan-Nya atau berdasarkan pemikiranmu sendiri?
Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.
(Galatia 2:20 TB)
2. Mengasihi Diri Sendiri Terlebih Dahulu
Mempersiapkan diri sebelum memulai hari sangatlah penting, salah satunya mempersiapkan margin dalam setiap aspek kehidupan (finansial, keluarga, pekerjaan, dll). Margin yang saya maksud adalah ruang antara my load dan my limit (Ps. Rick Warren), jika kita mengasihi diri sendiri, maka kita akan menyediakan waktu untuk dapat memahaminya bukan?
Pernahkah Pearlians bertanya: Apa, sih, yang mendorong saya untuk melakukan sesuatu melebihi kemampuan saya? Apa saja aktifitas yang membuat saya mudah lelah dan tidak berenergi? Apa saja yang dapat membuat saya mudah mengeluh dalam hidup? Intinya berusaha memahami batasan diri untuk melindungi diri dari tekanan yang tidak membangun.
Memilah dan memilih kegiatan, waktu, energi dan semua resources yang kita punya memerlukan hikmat dan observasi diri yang terus menerus dikembangkan. Dengan melakukannya, kamu mulai bisa melihat dan memahami batasan dirimu. Sebab segala sesuatu ada batasnya dan manusia hidup tidak selamanya. Manusia tidak bisa melakukan segalanya. Tuhan memberikan batasan bagi manusia untuk melindunginya dari crash and damage (kerusakan) sejak manusia pertama kali diciptakan, contoh batasan yang Dia berikan berupa peringatan untuk tidak menyentuh dan memakan buah yang berada di tengah taman Eden itu (batasan Tuhan).
Jadi menemukan batasan diri, membangun margin dalam hidup dan berkata “tidak” pada hal-hal yang melampaui batasan diri tanpa merasa bersalah adalah keterampilan hidup yang menyuarakan saya mengasihi diri sendiri dan berpusat kepada Kristus.
“Ada yang berkata bahwa setiap orang boleh melakukan segala sesuatu. Tetapi bagi saya tidak semuanya berguna. Jadi meskipun saya boleh melakukan apa saja, tetapi saya tidak mau membiarkan diri saya dikuasai oleh apa pun.”
(1 Korintus 6:12 BIMK)
3. Mengevaluasi Hasil Tindakan Self-Care
Mulailah mempertanyakan apakah cara yang selama ini Pearlians lakukan dalam rangka self-care, berdampak positif/netral/negatif! Misalnya dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut:
Apakah ukuran self-care yang saya lakukan sudah efektif dan memberikan hasil optimal?
Apakah yang saya lakukan kepada diri sendiri memberikan kedamaian dan kebebasan?
Apakah tingkat stress yang saya rasakan menurun?
Apakah kualitas tidur semakin membaik?
Jika kita kembali kepada tujuan melakukan self-care, sebenarnya apa, sih, tujuannya? Apakah hasil evaluasi Pearlians menjawab tujuan tersebut? Seringkali tujuan dari self-care tentu ingin lebih sehat, ingin umur panjang dan kesejahteraan, bukan? Jika tujuan tersebut masih berproses dan mulai mendekati tujuan, mungkin kamu sudah berada pada arah yang tepat. Lalu, bagaimana cara mengenali apakah self-care yang Pearlians lakukan ini sudah on track? Tentu dengan memerhatikan buah dari tindakan tersebut, sebab segala sesuatu dinilai dari buahnya, jika proses yang dilalui sesuai ajaran-Nya, kasihmu serta pengenalanmu akan Dia semakin mendalam, maka apa yang penting bagi-Nya pasti penting bagimu.
“Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu.”
(Amsal 3:1-2 TB)
Bertumbuh, berkembang dan berubah semakin baik dari waktu ke waktu adalah buah jika kita mengingat dan melakukan pengajaran-Nya, sebab semua hal yang baik merupakan kehendak-Nya bagimu. So, that’s the truest self-care for your body and soul.