Kesibukan Natal 

by Yunie Sutanto dan Tabita Davinia Utomo

Film Guardian of The Galaxy Holiday Special baru saja rilis di minggu terakhir bulan November 2022. Film anyar ini trending di salah satu situs streaming film keluarga. Betapa tidak? Nuansa libur Natal sudah merebak di seantero dunia. Film bertema Natal menjadi diminati. Film dimulai dengan niat baik Mantis untuk memberikan kado Natal bagi Peter Quill. Demi mendapatkan kado Natal terbaik, maka perjalanan antar planet pun ditempuh Mantis bersama Drax. Betapa kagetnya Mantis saat Quill bukannya senang dengan kado yang begitu sibuk disiapkannya, tetapi malah marah. Upaya Mantis yang sudah berjuang mencarikan kado menjadi sia-sia. Ternyata upaya sibuk nan lebay tak selalu berhasil menyenangkan hati orang. Hadiah Natal terbaik bagi Quill rupanya saat ia tahu sebuah rahasia, yaitu Mantis ternyata adalah adik kandungnya. Kebersamaan dengan keluarga di saat Natal begitu berarti bagi Quill. 

Lalu, apa hubungannya dengan Natal kita yang ada di dunia nyata? 

November dan Desember menjadi bulan sibuk. Mendadak banyak acara wajib bermunculan dalam rangka menyambut Natal. Mulai dari latihan drama, paduan suara, latihan musik, sibuk menyiapkan tukar kado, memasang dekorasi Natal, sampai rapat tiap minggu untuk memastikan agenda Natal akan berjalan dengan baik. Jangankan karena agenda Natal; menjelang akhir tahun biasanya banyak kesibukan di tempat lain seperti guru atau dosen yang memeriksa hasil ujian mahasiswa, karyawan yang membuat laporan akhir tahun, dan sebagainya. You can be so crazy busy at the end of the year. Namun, sebenarnya apa, sih, “sibuk” itu? 

Menurut KBBI, “sibuk” berarti “banyak yang dikerjakan, giat dan rajin (mengerjakan sesuatu) dan penuh dengan kegiatan”. Nah, ada kata “rajin” di dalam kesibukan kita. Jadi, kalau sibuk dalam pelayanan terkesan “baik”, berarti enggak salah, dong? Tidak salah, loh, menjadi panitia Natal yang berusaha mempersiapkan acara demi acara dengan baik. Tidak salah, loh, ikut paduan suara Natal. Itu semua bentuk pelayanan yang baik. Hanya saja, adalah sebuah bahaya jika kita lupa mengisi baterai rohani di tengah kesibukan tersebut. Kevin DeYoung mengungkapkan bahaya ini dalam buku Crazy Busy: 

“Bahaya terbesar dari kesibukan adalah mungkin akan ada bahaya yang lebih besar yang tidak Anda sadari karena Anda tidak mempunyai waktu untuk memikirkannya.”1 

By the way, kesibukan tidak hanya muncul saat mendekati Natal, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari dari tanggal 1 Januari. Saking sibuknya, kita juga sering melakukan multitasking. Multitasking ini sangat mudah kita temui, misalnya pada para ibu muda yang bukan hanya mengasuh bayi, tetapi juga mengurus rumah dan toko online-nya seorang diri. Sepintas, semua urusan bisa mendapatkan perhatian dari sang ibu, tetapi bagaimana hasilnya? Ambil contoh dari meng-ASI-hi; menurut riset, memberikan ASI kepada bayi sangat bermanfaat karena tak hanya baik secara nutrisi, tetapi secara emosional juga memperkuat bonding (ikatan batin) antara ibu dan anaknya. Namun, bagaimana jika sang ibu tidak hanya menyusui, tetapi juga menjawab chat jualan online, menyortir cucian dan membumbui ayam yang hendak dipanggang sekaligus? Apakah kontak mata ke mata, sentuhan hangat, candaan, serta lagu lullaby dapat terjadi secara konsisten jika semua hal ini dilakukan sembari menyusui? Apakah menyusui dengan cara demikian mempererat bonding antara sang ibu dan bayinya? 

Jadi, apakah kita selamanya tidak boleh sibuk dan melakukan multitasking sama sekali? 

Kalau ingin menilik pandangan Tuhan tentang kesibukan manusia, maka salah satu kisah yang bisa jadi acuan adalah Lukas 10:38-44. Ingat Marta yang sibuk melayani? Ingat sindirannya pada Maria? Kata Yunani perispao digunakan dalam kisah Marta yang “sibuk” di Lukas 10:40.2 Perispao artinya “menjadi bingung; menjadi sangat sibuk”. Marta menjadi bingung sebab amat banyak tugas yang mendesak untuk dikerjakan demi melayani para tamu. Apa yang terjadi pada Marta ini adalah sebuah hal yang dijelaskan secara scientific oleh Crenshaw, “Otak tidak  bisa menanggung dua proses mental pada saat bersamaan. Kita hanya bisa melakukan dua hal bersamaan saat salah satunya tidak butuh proses mental.”3 Tidak heran, kita jadi sulit fokus untuk mengerjakan dua hal—bahkan lebih—dengan baik, kan? Bahkan orang yang terlalu sibuk rentan mengalami kekeringan rohani! Mereka cenderung rentan lupa mengisi baterai rohani yang justru berpotensi menyebabkan burn out. Kita bisa membaca perasaan yang tersirat dari ucapan Marta yang mulai nyindir terhadap Maria yang duduk diam di kaki Yesus. Marta bahkan tidak menyadari bahwa ia sudah jatuh dalam jebakan “terlalu sibuk” hingga melewatkan bagian terbaik, yakni duduk di kaki Kristus. 

Sebagai manusia, kita membutuhkan waktu refleksi diri sebagai salah satu bentuk istirahat (atau rest) kita—selain me time, tentunya. Hidup yang terlalu sibuk ibarat membaca sebuah kalimat panjang tanpa jeda dan tanpa tanda koma, kita akan kehabisan nafas di tengah-tengah. Ibarat naik mobil lewat tol dari Jakarta ke Solo tanpa istirahat di rest area dan tancap gas terus non stop. Perjalanan itu pastilah tidak nyaman: bayangkan menahan kencing, lapar, haus dan kantuk dalam jangka waktu enam jam. Demikian pula manusia batiniah kita jika tidak memiliki waktu jeda untuk berefleksi! 

Ketika secara mental menjadi kewalahan di akhir tahun, bisa jadi kita sedang berada dalam jebakan kesibukan. Memiliki waktu berefleksi adalah sebuah sarana untuk beristirahat sejenak dari kesibukan yang menghantui kita. 

Do not let the endless succession of small things crowd great ideals out of sight and out of mind.4 Nasihat Charlotte Mason ini masih relevan hingga zaman now.  Jangan izinkan rentetan hal-hal kecil yang tak ada habisnya menutupi dan menghalangi hal-hal besar dan (lebih) penting. Begitu banyak kesibukan Natal dari pelbagai komunitas ini dan itu, tetapi haruskah kita mengikuti semuanya? Mari kita belajar mengukur kemampuan diri dan memprioritaskan waktu reflektif di akhir tahun. Jangan sampai kita membiarkan diri terseret arus kesibukan yang sebetulnya bukan prioritas kita. Ingatkah Marta yang “sibuk” sekali melayani? Begitu sibuknya ia hingga tak sempat mengambil waktu menyimak perkataan Yesus, yang seharusnya menjadi lebih penting untuk jiwanya yang gelisah.  

Sibuk dan sibuk. Penyakit sibuk sejatinya adalah masalah prioritas. Masalah tahu batas dan tahu merasa cukup. Ada waktu jeda yang dibutuhkan untuk merawat spiritual kita. Menjaga hati dengan segala kewaspadaan dimulai dari manajemen waktu dan energi. Orang yang sibuk tidak punya waktu reflektif. Mindfulness tidak mungkin terjadi jika isi pikiran penuh tekanan dan desakan dari tugas dan aktifitas berikutnya. H.Jackson Brown berkata, “Don’t say you don’t have enough time. You have exactly the same number of hours per day that were given to Hellen Keller, Pasteur, Michelangelo, Mother Teresa, Leonardo da Vinci, Thomas Jefferson, and Albert Einstein.” Masalahnya ada pada penentuan prioritas hidup kita. Jika kita merencanakan kegiatan kita berdasarkan skala prioritas dengan saksama, maka tak akan sulit menolak ajakan dari kegiatan yang tidak sesuai prioritas, sehingga kita punya waktu-waktu bebas yang bisa dijadikan jeda.  

Ada 12 bulan dalam setahun dan Desember menjadi “kover belakang” sebuah tahun. Sering kali orang menjadikan Natal dan akhir tahun sebagai momen refleksi diri, mengevalusi kembali satu tahun yang sudah dijalani: 

Apakah resolusi tahun 2022 saya terwujud? Jika tidak, mengapa demikian? 

Mungkinkah targetku ada yang terlalu tinggi? Mungkinkah ada perencanaan waktu yang kurang maksimal? 

Akhir tahun menjadi momentum tepat untuk merencanakan tahun 2023 dengan lebih baik lagi. Membuat resolusi yang lebih realistis dan tepat sasaran. Waktunya pula untuk mengenali kehendak Tuhan untuk tahun 2023, dan memohon kekuatan dari-Nya agar kita dimampukan menjalaninya bersama Tuhan. 

Nah, menjelang akhir tahun, mari kita memperhatikan beberapa hal yang perlu diterapkan berikut ini—yang bukan hanya untuk akhir tahun, tetapi juga kita latih setiap hari: 

1. Menerima dan memelihara Firman Tuhan dengan hati yang rela dibentuk 

Kita perlu menjaga tanah hati kita sebab benih-benih Firman Tuhan tidak akan berbuah tanpa dirawat melalui istirahat, saat teduh dan berdiam diri. Tanah semak duri yang penuh kekuatiran akan membuat benih Firman tak bisa tumbuh maksimal. Itulah sebabnya, menjaga tanah hati agar selalu gembur butuh waktu teduh, waktu reflektif yang kita khususkan—bukan sisakan

2. Tentukan prioritas, bukan hanya mengikuti arus 

Ada godaan untuk menjadi terlalu sibuk di era digital ini. Kita mudah dapat informasi acara ini dan itu lewat internet. Kita terpikat kegiatan ini dan itu sehingga kegiatan yang kita lakukan terlalu banyak dan malah tidak berkualitas hasilnya. Namun, sebagai anak-anak Tuhan yang dipanggil untuk mengemban tanggung jawab, kita butuh hikmat untuk membedakan hal mendesak dan hal penting. Kita perlu memilih untuk mendahulukan yang penting dan menjadi prioritas. Kalau dalam berelasi dengan pasangan saja kita ingin diprioritaskan (tentunya Tuhan yang jadi terutama dan satu-satunya Tuan), kenapa ada alasan untuk mengabaikan prioritas yang justru menolong kita untuk fokus dalam tanggung jawab kita? 

3. Melatih memusatkan fokus kepada Tuhan dengan jiwa yang dipuaskan oleh kehadiran-Nya 

“Apa yang kamu lakukan menyiratkan siapa yang jadi tuan hidupmu.” 

Sepertinya ini menjadi poin yang sering kita abaikan di dalam dunia yang bergerak dengan sangat cepat. Dengan kesibukan seabrek, bisa saja kita memiliki jiwa yang ingin diperhatikan, dianggap mampu melakukan banyak hal, dan ingin mendapatkan penerimaan dari orang lain atas pelayanan yang dilakukan. Namun, kita harus waspada bahwa ada satu hal yang paling penting: Hanya Kristus yang sanggup memuaskan jiwa kita yang kosong. Mari kembali melihat Maria; bayangkan dia duduk mendengarkan Tuhan dengan mata menyimak. Maria tidak pusing kalau masakannya harus eundeuss dan juga tak pusing rumahnya harus jadi yang paling bersih di antara rumah yang dikunjungi oleh Yesus. Baginya, kunjungan Yesus saja sudah cukup dan sebagai tuan rumah, dia perlu menemani-Nya. Bukan dirinya yang jadi fokus, tetapi Yesus, Sang Firman Hiduplah fokus Maria!  

4. Membiasakan diri untuk melakukan journaling 

Bagaimana langkah awal jika ingin hidup lebih reflektif? Memulai kebiasaan menjurnal adalah suatu langkah nyata yang bisa dipilih. Siapkan buku tulis dan alat tulis (ada juga aplikasi yang bisa dipakai di tablet maupun notes di handphone). Mulailah menuliskan isi hati dan apa tuntunan Tuhan bagi Pearlians. Isinya bisa random banget. Journaling bisa sekreatif mungkin dilakukan. Menumpahkan uneg-uneg dan sampah batin yang bikin gusar hingga resep kue yang ingin dicoba. Jurnal bisa berisikan catatan kegiatan sehari-hari sepanjang tahun. Jurnal dilakukan terutama untuk mencatat  rhema-rhema yang kita dapat waktu saat teduh. Rhema-rhema tersebut amat menguatkan jika dibaca ulang di akhir tahun. Apa saja pesan Tuhan bagi kita secara pribadi di sepanjang tahun akan terbaca ulang. Jurnal juga menuliskan prioritas kegiatan yang kita sudah jadwalkan secara rutin. Jurnal juga membantu kita lebih konsisten saat memulai kebiasaan baru seperti olahraga, jaga makan, minum vitamin rutin, ataukah kebiasaan untuk tidur lebih cepat. Dengan mencatat rutin, kita bisa memantau perkembangannya. 

Jurnal juga menjaga diri lebih bijak mengatur waktu. Ada jadwal harian, mingguan dan bulanan yang bisa disisipkan di jurnal kita. Jurnal doa pun bisa ditambahkan untuk mencatat daftar doa kita. Jurnal ucapan syukur mencatat kebaikan-kebaikan Tuhan yang kita alami sepanjang hari, Lewat disiplin mencatat di jurnal harian, pikiran kita akan lebih terarah dan fokus. Kita belajar menghitung hari-hari kita dengan bijaksana seperti Musa.  Kita tidak seperti petinju yang asal memukul dan hanya menjalani hari-hari mengikuti arus tren dunia. Kita memiliki kesadaran akan Tuhan saat terus mengamati dan mencatat karya-Nya di hidup kita sehari-hari. 

Yuk, di tengah-tengah kesibukan akhir tahun ini, mari kita belajar memulai hidup yang lebih reflektif. Kiranya momentum Natal membawa diri lebih banyak berefleksi—bukan lebih banyak sibuk—dan melatih kita untuk menyelaraskan kehendak kita dan kehendak Bapa, Agar tahun depan kita lebih menggenapi rancangan-Nya bagi kita. 

Pergunakanlah waktu yang ada dengan sebaik-baiknya karena hari-hari ini adalah jahat. 5 

N.B.:
Beberapa buku yang direkomendasikan untuk memulai menjurnal adalah Bullet Journal Method oleh Ryder Carrol dan The Art of Bible Journaling oleh Erin Bassett.
 

Previous
Previous

Langit yang Baru & Bumi yang Baru

Next
Next

Ketika Tuhan Diam - Part 2