Masturbasi: Boleh atau Tidak Boleh? 

by Yunie Sutanto (@agendaiburumahtangga

Pearlians, kalo lagi sendirian tuh enaknya ngapain ya? Nonton TV atau browsing internet biasanya jadi pilihan cepat. Ada seorang cewe bernama Nona yang sedang sendirian menunggu dijemput si doi. Nona memilih menonton tayangan dokumenter di TV. Didapatinya tayangan tersebut cukup menarik. Presenter membahas tempat-tempat wisata kuliner legendaris di Jakarta. Menu andalan tiap kedai dibahas dan dikisahkan sejarahnya. Piring berisikan hidangan Lomie yang bertabur sayuran dan seafood itu nampak nan menggiurkan saat dituangi saus kental yang masih panas. Asap mengepul membuat penampakan hidangan semakin dramatis! Zoom in. Zoom out. Efek pemilihan sudut kamera pun mendukung. Lomie pun nampak semakin mantul. Apalagi sang presenter terlihat asik mengunyah dan menyeruput Lomie sembari menutup matanya sejenak. Tak terasa Nona pun beberapa kali menelan ludah menyaksikannya. Nafsu makannya pun bangkit. Ingin rasanya Nona menikmati sepiring Lomie endeuss tersebut!  

Nona menyaksikan tayangan itu sekedar lalu saja. Hanya untuk membuang waktu. Ia bosan menunggu dijemput si doi. Maklum ini kan malam minggu. Waktunya doi ngapel dan ngajak jalan bareng. Hanya saja hari ini si doi agak telat menjemput. Tak terasa sudah pukul tujuh saat si doi tiba. Macet membuat kencan makan malam pun telat.  

“Yuk makan aja dulu, udah lapar nih” kata si doi.  

“Ya, aku juga udah lapar banget nungguin kamu”, jawab Nona 

“Kamu mau makan apa?” tanya si doi  

“Lo mie aja deh. Ada Lo Mie legendaris di area Jakarta Pusat. Aku jadi kebayang-bayang pingin makan itu gara-gara nonton acara di TV”  

Jadilah kencan malam mingguan itu dieksekusi di sebuah restoran legendaris dengan menu andalannya Lo Mie! Kesampaian juga Nona bisa menikmati Lo Mie nan menggiurkan yang merangsang nafsu makannya barusan.  

Ah, lain kali cari rekomendasi tempat makan enak lagi ah di seri dokumenter tersebut.  

Demikian batin Nona dalam hatinya. 

Tunggu dulu….. 

 Apa hubungannya judul artikel ini dengan petualangan kuliner? Judul artikelnya jelas tentang masturbasi. Apakah penulis telat makan hingga khilaf bin salah menulis judul? Tidak…. ! Artikel ini memang hendak membahas masturbasi. Memang demikianlah cara godaan bekerja. Godaan memikat hati kita lewat pintu masuk indrawi yakni mata. Godaan akan terus mengetuk hingga bermain-main di imajinasi. Lantas jika pintu masuk dibukakan baginya, perasaan nafsu pun akan bangkit dan berusaha mencari pemuasan dalam tindakan.  

Jika nafsu makan yang muncul,  masih sah-sah saja andaikata tak kuat menahan diri. Masih bisa diatasi karena jatah makan kita dalam sehari ada tiga kali.  (Belum  terhitung kudapan dan camilan). Seumpama tergoda ingin makan Lo Mie legendaris karena tergiur tayangan kuliner barusan, tentunya boleh-boleh saja Nona  jajan*( tanda bintang: sejauh budget jajan memang sesuai dan tidak sedang menjaga pola makan untuk alasan medis). Silahkan saja memuaskan nafsu makan sesuai batas kemampuan dan kewajaran! No problem. 

Namun bagaimana dengan nafsu seksual? Nafsu seksual pun bekerja dengan skema yang sama. Manusia yang terangsang secara seksual juga  membutuhkan outlet untuk melepaskan birahinya. Sayangnya tidak semudah nafsu makan yang sehari tiga kali bisa kita salurkan, nafsu seksual hanya boleh disalurkan secara sah dengan pasangan hidup dalam sebuah ikatan pernikahan! Ada waktunya untuk menyalurkan nafsu yang satu ini. Tidak sembarangan boleh disalurkan. Kekudusan seksual harus dijaga hingga hari pernikahan. Lantas kalo masih jomlo dan nafsu muncul, bagaimana dong? Bolehkah menyalurkannya dengan masturbasi? Sejak pubertas bukankah hormon seksual kita sudah aktif? Normal dong kalo butuh penyaluran? 

Ada jeda waktu yang cukup panjang dari pubertas hingga hari pernikahan. Perlu diingat bahwa tidak semua orang juga kelak akan menikah. Ada yang memang memiliki panggilan hidup selibat. Lantas bagaimana menyikapi dorongan seksual yang muncul? Apakah masturbasi boleh menjadi jalan keluar? Menurut KBBI masturbasi adalah proses memperoleh kepuasan seks tanpa berhubungan kelamin, stimulasi organ seks oleh diri sendiri. Kata masturbasi atau onani1 sendiri memang tidak ada di Alkitab. Lantas salahkah jika memilih melakukannya? 

Jika tujuan berhubungan seksual adalah merayakan keintiman relasi, maka masturbasi jelas tidak dilakukan dalam konteks berelasi. Masturbasi dilakukan sendiri. Your’re going solo. Tanpa melibatkan orang lain. Tujuannya pun hanya pleasure seeking-mendapat pemuasan hasrat seksual. Apakah menurut anda masturbasi sesuai dengan prinsip Alkitab? Tentu tidak. Lantas bagaimana jika sudah terbiasa melakukannya dan sulit mematahkan kebiasaan ini? 

Menjaga hati dengan segala kewaspadaan adalah cara proaktif untuk tidak jatuh dalam godaan seksual. Semua dimulai dari hati (pikiran, perasaan dan kehendak). Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perasaan kita. Apa yang kita rasakan akan mempengaruhi kehendak kita. Apa yang kita tekadkan dengan kehendak kita akan muncul dalam bentuk tindakan. Tindakan yang berulang dilakukan akan menjadi kebiasaan kita. Kebiasaan akan sulit dirubah karena sudah terpola. Amsal 24 ayat 9a mengingatkan bahwa memikirkan kebodohan mendatangkan dosa. Apa yang kita pikirkan terus akan berbuah menjadi tindakan. Bijak dalam memilih makanan batin (bacaan dan tontonan) akan sangat menjaga diri dari jatuh di area godaan seksual.  

Ada juga yang sudah terikat dengan kebiasaan masturbasi ini sejak masa kecil. Anak-anak pun sudah paham rasa nikmat. Kasus anak usia dini yang kedapatan sedang mengeksplorasi area kelaminnya bukan sesuatu yang asing.  Masturbasi infantil ini terjadi saat anak-anak menikmati menyentuh area kelaminnya2.  Mengutip Gracia Ivonika, M.Psi.,Psikolog di laman klikdokter, dari sudut pandang psikologi ketika anak melakukan masturbasi, ia belum benar-benar memahami tentang apa yang dilakukan. Bagi anak yang masih kecil, ia mungkin memahaminya sebagai aktivitas layaknya bermain saja. Pada anak-anak usia sekolah, hal tersebut umumnya dilakukan untuk meredakan ketegangan yang mereka rasakan. Misalnya, karena masalah keluarga, sekolah, dan lain sebagainya3. Masturbasi pada anak kecil bisa saja karena ia memang tidak memahami apa yang dilakukannya. Tak beda dengan mengisap jempol untuk memberikan rasa tentram saat sedang tertekan, demikianlah masturbasi dilakukan anak-anak. Nurani si bocah pun tidak menuduhnya, ia hanya sedang mengenali area tubuhnya yang sensitif terhadap sentuhan. Ia merasa nyaman dan nikmat lewat tindakan tersebut. Sampai di sini “seolah tak menjadi soal” jika anak-anak melakukannya. Namun bagaimana jika masturbasi infantil ini menjadi kebiasaan yang terbawa terus hingga dewasa? Ini yang membuat seseorang menjadi terbiasa dan terikat. Sulit terbebas dari kebiasaan bermasturbasi.    

Masturbasi pada orang dewasa tentu berbeda halnya dengan anak-anak.  Ada fantasi yang ikut bermain saat sedang melakukannya. Imajinasi ikut memainkan peranan. Pornografi dan sex toy seringkali juga menjadi pendamping saat melakukan masturbasi.Imajinasi ikut membayangkan sedang melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis yang menarik hati. Padahal Firman Tuhan mengingatkan bahwa setiap orang yang memandang lawan jenisnya serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.

Amsal 16 ayat 32b  menyebut orang yang menguasai dirinya itu melebihi orang yang merebut kota. Penguasaan diri dimulai dari pola pikir yang benar. Amsal 4 ayat 23 pun mengingatkan untuk menjaga hati dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan. Pilihan ada di tangan kita. Apa yang kita ijinkan untuk bercokol di alam pikiran kita? Itulah yang akan berbuah di kehidupan kita. Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci , semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu5.  Pagari diri dengan bacaan, tontonan, percakapan yang membangun roh. Pilihan di tangan kita. 

Sejak manusia jatuh dalam dosa, konsep seks menjadi semakin jauh dari tujuan illahi penciptaan. Ada dua kutub yang ekstrim dalam memandang seks: puritanisme dan hedonisme. Di satu sisi puritanisme yang tabu bicara seks menganggap segala hal yang sensual adalah dosa.If it feels good it must be bad. Di sisi lain hedonisme mengejar kenikmatan dari bercinta, bahkan memuja kenikmatan. If it’s good, indulge yourself ini it! Manusia kekinian memang menjadi pleasure seekers. Pemuja kenikmatan. Tak heran jika aktifitas masturbasi sebagai sarana pemuas teranggap “umum” dilakoni dan bahkan disarankan oleh beberapa konselor sekuler dan maupun non sekuler pada kasus-kasus khusus tertentu.  

Ada sebuah pesan Tuhan Yesus dalam Matius 18:8-9, yang bunyinya :Jika tanganmu atau kakimu menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung atau timpang dari pada dengan utuh kedua tangan dan kedua kakimu dicampakkan ke dalam api kekal. Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua. Menurut Gregory Popchak di buku Holy Sex, dalam bahasa Aram6 kata “kaki” di ayat ini digunakan juga  sebagai eufimisme untuk menyebut organ genital7. Jadi ada peringatan yang cukup “keras” dalam menjaga diri tetap kudus dan utuh di hadapan Tuhan. Jangan mencobai diri kita dengan bacaan dan tontonan yang tak senonoh. Apa yang kita pikirkan akan mendatangkan tindakan.  Memikirkan kebodohan mendatangkan dosa. Ingat jargon seorang superhero “with great power comes great responsibility” (Spiderman 2002).  

Adalah tanggung jawab kita sebagai anak Tuhan yang sudah mengenal kebenaran untuk hidup dalam kekudusan. Termasuk area seksual. Bukan dengan kekuatan kita sendiri kita sanggup bertahan hidup kudus di area seksual,tetapi karena dimampukan oleh Roh Kudus-Nya yang ada dalam kita. Sebab hidup ini adalah peperangan. Adalah pilihan kita yang menentukan apakah kita mau tetap hidup dalam kekudusan atau tidak. Boleh atau tidak boleh bukanlah menjadi belenggu taurat yang mematikan dan membebani. Di zaman anugrah ini justru kita bisa memilih untuk melakukan yang benar karena sukacita keselamatan itu begitu besarnya. Kita bisa memilih untuk hidup kudus karena kita tahu itu benar. Bukankah tubuh dosa kita telah ditebusNya dan telah lunas dibayar di kayu salib? Kita bukan lagi hamba dosa. Kita bisa memilih untuk lepas dari jerat dosa. 

Bergabunglah dalam komunitas keluarga rohani yang saling membangun dalam roh. Jangan berjuang sendiri. Jika mendapati diri masih jatuh bangun di area ini tidak ada salahnya menghubungi ketua komsel, gembala, konselor yang bisa memantau dan menjaga kita. Keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Kita bisa bebas dari ikatan masturbasi. Teruslah berjuang dalam pertandingan iman hingga akhir zaman. Menutup artikel ini dengan doa Paulus dalam 1Tes5:23:Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya  dan semoga roh, jiwa  dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.

Previous
Previous

Masturbasi Dalam Pernikahan

Next
Next

Hati yang Tangguh