Memujamu dari Jauh
by Yunita Sri Handayani
Barisan remaja berebut war tiket konser idola pujaan mereka. Sekelompok remaja putri yang berteriak histeris saat melihat boyband favorit mereka muncul di layar kaca adalah pemandangan yang biasa. Koleksi poster, photocard, dan cinderamata dengan wajah idola pujaan para gadis remaja dianggap wajar. Namun, wajarkah bila wanita berusia dewasa, apalagi yang telah menikah berperilaku layaknya seorang fangirl? Sehatkah wanita dewasa memiliki celebrity crush seorang bintang Hollywood atau menjadi bagian fandom seorang oppa atau ahjussi idaman di media sosial?
Dalam psikologi perilaku, pemujaan seorang bintang idola secara intens ini dikenal dengan istilah parasocial relationship. Hoffner dan Bond (2022) mendefinisikan parasocial relationship sebagai hubungan sosial emosional yang terjadi satu arah kepada seorang figur media terkenal seperti selebriti atau influencer. Pola perilaku ini sudah ada sejak beberapa dekade yang lalu. Nah, sejak media sosial makin familiar dalam kehidupan sehari-hari, perilaku tersebut lebih intens terjadi karena para penggemar bisa memakai banyak platform media untuk berinteraksi dengan idola mereka. Walaupun perilaku ini banyak dijumpai di kalangan usia remaja, tidaklah mengherankan kalau kita mendapati banyak wanita dewasa memiliki perilaku ini. Misalnya, kita aktif memberikan like dan me-mention sang idola pada Instastory. Mungkinkah saat ini Pearlians juga pernah (atau sedang) mengalaminya? Hehe… Namun, pertanyaannya adalah apa, ya, yang membuat kita bisa tertarik sedemikian rupa pada para artis ini?
Melalui Psychology Today, Dara Greenwood, Ph.D mengemukakan bahwa sebagian besar para wanita yang mengidolakan seorang selebriti secara intens ini biasanya memiliki kecemasan dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis di kehidupan nyata. Mereka cenderung merasa rapuh sehingga mencoba mencari rasa aman dengan menjalin hubungan imajinatif satu arah dengan sosok idola mereka. Hmm… meskipun ini jadi salah satu penyebabnya, apakah berbahaya kalau wanita dewasa memiliki pemujaan berlebihan pada artis idola mereka?
Sebenarnya ada sisi positif maupun negatif ketika kita sedang nge-fans pada public figures, termasuk para artis. Berikut beberapa sisi positifnya:
1. Refreshing
Seperti pergi melihat taman bunga sejenak saat lelah menatap meja kerja yang kacau, melihat keindahan idola bisa menjadi refreshing sejenak dari segala tuntutan rutinitas dan berantakannya rumah. Mencari keindahan adalah sifat dasar yang dimiliki setiap manusia, dan beberapa wanita menemukan refreshing dengan menikmati karya idola atau menatap sejenak visual indah idola mereka.
2. Menumbuhkan kepekaan
Bagaimanapun seorang penggemar mengidolakan seseorang bukan hanya karena visualnya saja tapi juga hal-hal baik yang tampak di media. Hal ini bisa mendorong penggemar untuk menumbuhkan hal-hal baik yang sama dengan idolanya.
3. Sosialisasi
Dalam lingkungan sekitar kita akan menemukan orang-orang yang memiliki idola sama apalagi di era media sosial saat ini. Bertemu dengan orang-orang dengan ketertarikan yang sama dapat menjadi kesempatan untuk menjalin hubungan sosial yang positif dengan lebih banyak orang.
Oke, tiga poin di atas menunjukkan bahwa sah-sah saja kalau kita nge-fans selama masih dalam batas kewajaran. Akan tetapi, apabila tidak ada kontrol diri yang baik, maka yang terjadi justru pemujaan berlebihan pada artis idola karena menjadikannya sebagai tempat pelarian dari permasalahan di dunia nyata. Bukannya datang pada Tuhan untuk mencari hikmat atas permasalahan hidupnya, seseorang yang demikian akan cenderung melarikan diri dengan fangirling secara berlebihan terhadap artis idola. Selain itu, pemujaan berlebihan terhadap sosok idola bisa mengaburkan berbagai aspek prioritas hidup kita. Misalnya dalam hal pengaturan keuangan, ada yang rela terjerat pinjol untuk membeli tiket konser bintang idolanya.
Sayangnya, semua sisi negatif pemujaan berlebihan pada sosok idola ini bisa terjadi pada siapa aja, mulai dari wanita muda yang lajang hingga wanita dewasa yang telah menikah dan punya anak. Ya, inilah natur dosa yang mesti kita waspadai. Oleh karena itu, mari kembali pada kebenaran firman Tuhan. Alkitab telah memberi panduan kita untuk mengatasi rasa ketertarikan imajinatif yang berlebihan pada sosok idola. Mendasarkan diri kembali pada firman Tuhan menghindarkan kita dari pengaruh buruk pemujaan sosok idola bagi hidup kita.
1. “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” (Keluaran 20:3)
Kita harus terus mengingat bahwa Allah yang sempurna adalah satu-satunya pribadi yang layak kita sembah. Memuja sosok manusia yang tidak sempurna pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan. Memiliki sosok idola tidak salah tapi kita harus tetap memprioritaskan Allah sebagai tuhan atas hidup kita. Hanya Tuhan yang telah membuktikan kasih-Nya yang sejati pada kita. Jangan sampai kita menghabiskan waktu, energi, dan pikiran hanya untuk memuja seseorang yang bahkan tidak mengenal kita.
2. “..:Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Roma 12:3)
Rasul Paulus mengingatkan di ayat ini pentingnya menjaga pikiran kita untuk tetap ada di dunia nyata. Jangan sampai pemujaan kita terhadap sosok idola membuat kita tidak mampu menguasai diri sehingga senantiasa hidup di alam imajinasi. Kehidupan di dunia nyata memang penuh masalah tapi selalu melarikan diri ke sosok imajinatif tidak selalu baik bagi kesehatan rohani kita.
3. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Matius 11: 28-30)
Hubungan dengan orang lain, termasuk pasangan kita, bisa penuh dinamika bahkan konflik. Tapi melarikan diri dengan menjalin hubungan emosional semu dengan seorang tokoh idola juga tidak akan menyelesaikan masalah. Tuhanlah satu-satunya pribadi yang sebenarnya mampu memberi kelegaan pada kita saat menghadapi masalah. Belajar dari firman-Nya yang akan memberi kita ketenangan sejati dalam hidup. Dikatakan di ayat ini Tuhan adalah pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Lemah lembut dan rendah hati adalah karakter yang sering kita puja dari idola kita tanpa kita tahu apakah mereka bersikap sama di balik layar kaca. Padahal, ada Tuhan, yang selalu dengan lemah lembut dan rendah hati mau menanti kita datang pada-Nya untuk memberi ketenangan.
Firman Tuhan mengingatkan kita untuk tetap berpijak pada dunia nyata saat imajinasi kita melambung tinggi dikuasai kekaguman pada artis idola. Penting bagi kita untuk mengembalikan Tuhan sebagai pusat kehidupan kita. Dialah pemberi hidup dan untuk kemuliaan-Nya hidup kita. Seindah apapun artis idola kita, tidak ada kasih senyata kasih Tuhan dalam hidup kita. Kasih Tuhan juga seringkali terpancar dari orang-orang terdekat kita—walaupun mereka tidak sempurna. Mari, kita belajar bersama membuka diri untuk lebih belajar mengasihi orang-orang terdekat kita daripada menyimpan kasih pada seorang artis yang tidak pernah kita jumpai.
Referensi:
Hoffner, C. A., & Bond, B. J. (2022). “Parasocial Relationships, Social Media, & Well-Being.” Current Opinion in Psychology, 101306.
https://www.psychologytoday.com/us/contributors/dara-greenwood-phd