Sekolah Mewah Jaminan Kesuksesan Anak?

by Yunita S. Handayani

Baru-baru ini viral beredar video wawancara seorang presenter ternama tanah air yang terkejut saat mendapati sebuah sekolah internasional prestisius yang menyediakan toilet gender neutral. Baginya, tersedianya toilet gender neutral ini bertentangan dengan prinsip iman yang dianutnya. Viralnya berita tersebut membuat banyak orang berpikir pentingnya menemukan sekolah yang tepat bagi anak-anak kita. 

Bukan hal yang mengherankan bila banyak orang tua berlomba mencari sekolah yang terbaik untuk anak. Lebih mahal dianggap lebih baik. Lebih megah fasilitasnya dianggap lebih mendekati sempurna. Lebih popular namanya dianggap lebih berkualitas. Bahkan terkadang label sekolah tertentu dianggap menaikkan gengsi orang tua. 

Akan tetapi, apakah benar bahwa sekolah yang tepat akan menentukan kesuksesan anak termasuk menentukan dasar pertumbuhan imannya? Pada usia sekolah, anak memang cenderung menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Akan tetapi, apakah itu berarti sekolah menjadi satu-satunya penanggung jawab atas pendidikan anak? Menurut Pearlians, manakah yang lebih berperan bagi perkembangan anak, sekolah atau keluarga?

Dalam tinjauan kritisnya dari beberapa hasil penelitian terkait peran keluarga dan sekolah bagi perkembangan anak, Alexander (2016) mendapati bahwa keluarga dan sekolah sama-sama berperan penting bagi perkembangan anak. Keduanya harus bekerja sama supaya mampu mendukung perkembangan anak. Lebih lanjut dalam kesimpulannya, Alexander menyatakan bahwa sekolah tidak selalu menjadi faktor penentu kesuksesan anak. Dia menuliskan bahwa tidak semua sekolah di lingkungan mewah menyediakan lingkungan belajar yang optimal. Demikian juga sebaliknya, tidak semua sekolah di lingkungan dengan tingkat kemiskinan tinggi mengalami kesulitan untuk mengembangkan diri anak.

Prinsip Alkitab dengan jelas mendukung pernyataan bahwa keluarga adalah sekolah pertama dan terutama untuk anak. Sejak Perjanjian Lama Tuhan telah meletakkan mandat pendidikan anak ini pada orang tua:

“Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.” (Ulangan 6:6-9)

Newton (2019) dalam commentary-nya tentang Ulangan 6:6-9 ini menyatakan bahwa walaupun saat ini muncul berbagai bentuk pemuridan atau mentoring di berbagai tempat tapi kita tidak boleh melupakan kebenaran tradisional bahwa bagi orang tua, anak-anak kita adalah murid yang utama. Anak-anak harus menjadi pelayanan kita yang pertama dan utama. Meskipun sekolah, bahkan gereja, dapat menjadi komunitas yang mengenalkan keselamatan dan kebenaran pada anak tapi tanggung jawab utama diberikan pada pundak orang tua bukan pundak orang lain. 

Ulangan 6:6-9 juga mengungkapkan bahwa tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak, termasuk pembinaan spiritual, harus berlangsung konsisten. Mulai dari saat tertidur, bangun, dan beraktivitas. Konsisten pula untuk diingatkan pada anak, baik di rumah (tiang pintu rumah) maupun dalam komunitas di luar rumah (pintu gerbang). Pendidikan anak dalam keluarga juga konsisten dilakukan sejak anak masih kecil hingga bersiap mandiri walaupun dalam cara yang berbeda sesuai tahap perkembangan anak. 

Mandat Tuhan untuk mendidik anak juga tertulis dalam Mazmur 127: 4-5:

Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,

demikianlah anak-anak pada masa muda.

Berbahagialah orang yang telah membuat penuh

tabung panahnya dengan semuanya itu.

Mengenai Mazmur 127: 4-5, Trapp (1865-1868) menggambarkan bahwa sebuah anak panah tidak bisa terbentuk sendirinya oleh alam. Namun, ada manusia yang membentuk dan menajamkannya agar mengenai sasaran dengan tepat.  Di sinilah orang tua berperan dalam pendidikan anak untuk membentuk dan menajamkan anak. Memilih sekolah yang baik sebagai komunitas untuk membentuk dan menajamkan anak di luar rumah  juga merupakan salah satu tanggung jawab orang tua. Orang tua berhak memilih dan menentukan sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga, kebutuhan anak, dan kemampuan mereka. Sekolah mewah ataupun yang biasa saja, sekolah umum atau pun homeschooling, setiap orang tua hendaknya meminta tuntunan Tuhan untuk memilih sekolah yang paling sesuai dengan anak-anaknya dan yang terutama sesuai dengan nilai-nilai yang berusaha ditanamkan dari keluarga. Pentingnya memilih sekolah yang tepat, dan bukan hanya mewah, karena sekolah bukan saja sebagai tempat anak belajar ilmu pengetahuan tapi juga sebagai komunitas yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak dalam berbagai aspek lainnya. 

Ya, sekolah memang berperan penting dalam membekali kehidupan anak, akan tetapi satu hal penting yang perlu diingat bahwa sekolah bukanlah pengganti orang tua. Seberapa pun mewah dan lengkapnya fasilitas sekolah, seprofesional apapun para pendidik di dalamnya, mereka tidak akan bisa menggantikan peran orang tua sebagai sumber utama dalam membentuk dan menajamkan seorang anak. Inilah alasan orang tua tidak boleh melupakan tugas dan tanggung jawab utama di rumah dalam pendidikan anak. Ingatlah bahwa Tuhan memberikan mandat utama pendidikan anak pada orang tua. Memasukkan anak ke sekolah bukan berarti tugas pendidikan anak oleh orang tua berhenti dan sekarang sepenuhnya menjadi tugas sekolah. Orang tua dan sekolah harus bekerja sama dengan baik supaya sekolah menjadi komunitas yang optimal untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak secara holistik (secara keseluruhan). 

Sumber bacaan:

Alexander, K. (2016). Is it family or school? Getting the question right. RSF: The Russell Sage Foundation Journal of the Social Sciences, 2(5), 18-33.

Newton, B. C. (2019), The Greatest Commandment, Western Meadows Values, Diambil dari: https://bcnewton.co/2019/01/08/the-greatest-commandment-deuteronomy-64-9/

Trapp, John. (1865-1868) "Commentary on Psalms 127". Trapp's Complete Commentary. Diambil dari: https://www.studylight.org/commentaries/eng/jtc/psalms-127.html

Previous
Previous

Kapan 'Self-care' menjadi 'Selfish'?

Next
Next

Ketimpangan Hasrat Seksual