Ketimpangan Hasrat Seksual
by Yunie Sutanto & Eliani Angga Safitri
“Mengapa sih, suamiku tidak menginginkan seks sebanyak yang aku mau?”
Pertanyaan ini muncul dalam benak seorang istri yang merasa kebutuhan seksualnya kurang terpenuhi. Rentetan pikiran ngaco pun memberondong hatinya:
Apa aku ini hiperseks?
Apa aku kurang seksi di mata suami?
Atau jangan-jangan suamiku punya WIL (Wanita Idaman Lain)?
***
“Mengapa, sih, suamiku terus menerus meminta berhubungan seks? Apa tidak merasa lelah?”
Pertanyaan ini pun muncul dalam benak seorang istri yang kelelahan. Setelah anak-anak tidur dan dapur bersih, rasanya hanya ingin segera memeluk guling dan tidur lelap. Kelelahan selama seharian mengurus bayi dan membereskan rumah membuat tubuh ingin segera istirahat.
Apa suami tidak paham aku lelah sekali?
Apa dia tidak berpikir mengurus anak dan rumah itu menguras energi?
***
Dua skenario di atas umum terjadi dalam pernikahan. Hubungan seksual suami istri tak melulu semanis bulan madu. Ada fase di mana gairah seksual suami dan istri tidak sinkron. Ada banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan hasrat bercinta dalam pernikahan. Seorang wanita akan mengalami perubahan hormonal selama masa hamil, paska melahirkan dan menyusui. Demikian juga dengan pertambahan usia, perubahan jam tidur, pola makan dan aktivitas yang menguras energi, memungkinkan seorang istri mengalami penurunan hasrat seksual. Sedangkan bagi kebanyakan pria, bertambahnya usia tidak menyebabkan gairah seksualnya memudar. Meskipun demikian, banyaknya proyek dan deadline kerja sebagai tuntutan profesi memang bisa menguras energi seorang suami.
Ragam kesibukan dan rutinitas kehidupan sehari-hari bisa begitu menyerap energi pasangan suami-istri. Secara fisik, tubuh yang lelah tentu hanya butuh istirahat dan bukan aktivitas seksual. Secara mental, pikiran yang penuh dengan tugas, mungkin tak sempat memikirkan tentang hubungan seksual, bahkan kapan terakhir bercinta pun tak ingat. Waktu bisa terasa begitu cepat dalam gilasan kesibukan. Berbagai dinamika kehidupan bisa menjadi pemicu naik turunnya gairah seksual pasangan suami-istri. Lantas, apakah kebutuhan seks suami dan istri yang tidak sinkron boleh dimaklumi dan dianggap wajar?
Setelah fase bulan madu berlalu, biasanya frekuensi berhubungan seks pun menyesuaikan ritme kegiatan suami-istri. Frekuensi seksual tidak segencar masa-masa pengantin baru lagi. Jika bicara normal dan wajar, sebetulnya berapa kali, sih, frekuensi hubungan seksual yang normal? Menurut dr. Boyke dalam wawancara dengan kompas.com, sebenarnya tidak ada batasan baku berapa kali frekuensi seks yang ideal, sepanjang keduanya berhasrat dan sanggup melakukannya, serta sama-sama menikmati. Walau ada penelitian yang menyatakan frekuensi rata-rata melakukan hubungan seksual adalah sebanyak 2-3 kali dalam seminggu.
Secara fisiologis, menurut dr. Boyke, produksi sperma sudah memenuhi kuota penampungan dalam kurun waktu tiga hari. Adalah bagus jika bisa mengikuti ritme fisiologis tersebut. Namun sayangnya, seringkali kesibukan dan kelelahan menjadi penghalang. Lantas bagaimana jika hanya melakukan sekali seminggu atau sekali sebulan? Jika kedua belah pihak sama-sama puas, tentu tak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah jika salah satu pihak merasa kurang dan pihak lain merasa kewalahan.
Bagaimana prinsip Firman Tuhan mengenai hal ini? Dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus, Paulus menasihati pasangan-pasangan suami-istri agar saling memenuhi kebutuhan pasangannya, dengan mengingat makna satu tubuh yaitu bahwa tubuh istri bukan miliknya sendiri, melainkan suaminya. Demikian pula sebaliknya. Sehingga dengan dasar ini, seharusnya tiap-tiap pasangan saling mengutamakan kepentingan suami atau istrinya, bukan dirinya sendiri. Menjaga dan merawat pernikahan adalah tugas bersama. Suami dan istri yang sudah dipersatukan dalam sebuah pernikahan kudus, bukan lagi dua melainkan satu. Satu tubuh merupakan keintiman yang hanya dimiliki antara suami dan istri.
Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. (1 Korintus 7:3)
Korintus, sebuah kota kuno di Yunani, dalam banyak hal merupakan kota metropolitan yang terkemuka pada zaman Paulus. Seperti halnya banyak kota yang makmur pada masa kini, Korintus menjadi kota yang angkuh secara intelek, kaya secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota ini yang terkenal karena perbuatan cabul dan hawa nafsu. (sumber: sabda.org) Dengan latar belakang ini, Paulus mengingatkan jemaat di Korintus tentang perlunya menjaga kekudusan hidup. Salah satunya dengan menjaga kesinambungan hubungan seksual suami-istri. Pada beberapa kasus tertentu ketika suami istri mengalami konflik atau permasalahan yang berdampak pada aktivitas seks mereka, Paulus menasihatkan demikian: Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak.
Penghentian hubungan seks suami-istri (saling menjauhi) harus dilakukan dengan persetujuan bersama, dalam jangka waktu tertentu (bersifat sementara) dan untuk tujuan supaya pasangan tersebut punya kesempatan untuk berdoa. Paulus mengemukakan alasan yang sangat penting, yaitu supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. Melihat kerusakan moral di sekitar jemaat, sangat mungkin akan membuat pasangan suami-istri di Korintus menganggap normal atau wajar dosa-dosa di sekitar mereka dan menjadikan relasi pasutri yang sedang dingin sebagai alasan pembenaran untuk mereka jatuh ke dalam dosa perzinahan. Doa menjadi senjata yang sangat penting untuk menjaga mereka (termasuk kita pada masa kini) untuk menangkis penyakit moral yang sangat mudah menular. Kita semua sangat rentan terhadap dosa, termasuk dosa seksual. Oleh karena itu, suami-istri harus saling menjaga pasangan mereka.
Dalam kisah penciptaan di kitab Kejadian, Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan. Dia juga menciptakan intimasi pasutri dalam hubungan seks. Pada Kejadian 1:28 Allah menekankan tujuan dari seks itu adalah untuk prokreasi, yaitu agar manusia beranak cucu dan bertambah banyak. Sedangkan pada Kejadian 2:23-25 tujuan Allah menciptakan hubungan seksual adalah untuk rekreasi. Kesatuan hati dan tubuh yang diterima pasangan suami-sitri dalam hubungan seksual itu memberikan rasa nyaman, aman serta nikmat. Suami dan istri menikmati tubuh mereka satu sama lain. Hubungan seks adalah hadiah dari Allah bagi suami-istri yang menyatukan dan semakin mempererat relasi mereka. Keintiman suami-istri dirayakan dalam kesatuan tubuh mereka.
Setelah memahami betapa pentingnya peran hubungan seks dalam kehidupan pernikahan, maka apa yang menghalangi dan menjadi masalah dalam hubungan seksual sebaiknya dikomunikasikan bersama. Komunikasi yang baik adalah kunci penting dalam sebuah pernikahan yang sehat. Jangan sampai rasa malu dan rasa tabu berbicara tentang seks dengan pasangan menjadi penghalang keintiman. Padahal jika bukan membicarakan hal paling intim ini dengan pasangan, maka dengan siapa lagi? Justru jika dikomunikasikan dengan baik, maka pelbagai masalah seks dalam pernikahan akan teratasi. Membicarakan perihal frekuensi hubungan seksual yang diinginkan kepada pasangan adalah salah satu cara untuk mengurai masalah dan mencari solusi bersama.
Selain membuat kesepakatan tentang frekuensi bercinta, pasutri juga perlu terbuka untuk membicarakan hal-hal lain yang diperlukan agar menjadikan sesi bercinta itu menyenangkan dan tidak membosankan. Misalnya bila perempuan yang karena usia dan hal-hal lain membuat libidonya turun dan sulit menikmati hubungan seks, bisa menyampaikan kepada suami hal-hal apa saja yang dapat membangkitkan gairahnya. Mungkin suami bisa menciptakan suasana romantis seperti memutar lagu kenangan, mengucapkan kalimat-kalimat pujian, menyiapkan makan malam, atau hal lainnya. Menjaga tubuh bugar dengan makanan sehat, olah raga dan waktu tidur yang cukup, juga akan sangat menolong pasutri memiliki gairah seks yang lebih baik. Secara medis, juga tersedia lubricant atau pelumas yang dapat membantu pasutri usia lanjut untuk tetap bisa nyaman dan tidak sakit saat berhubungan seksual. Silakan berkonsultasi dengan tenaga profesional bila diperlukan!
Kiranya Pearlians terus mengusahakan keintiman dengan suami di tengah kesibukan aktivitas masing-masing. Sehingga hubungan seksual tidak menjadi sebuah aktivitas yang "terpaksa" dilakukan karena sekedar sebagai kewajiban, melainkan menjadi suatu kenikmatan yang dilakukan dengan senang hati. Seperti sebuah kebun yang harus dirawat, demikianlah sebuah pernikahan. Kebun yang indah tidak muncul dengan sendirinya. Ada upaya tukang kebun yang proaktif merawatnya. Rawatlah kebun tertutup itu dan jauhkanlah rubah-rubah yang merusaknya!
Jadikanlah momen bercinta sebagai salah satu cara memelihara dan merayakan pernikahan! Prioritaskan waktu dan rencanakan bersama! Komunikasikan dengan baik perasaan dan harapan terkait hubungan seksual dengan pasangan! Enjoy your marriage as a gift from God!