Mandat Budaya
by Stanly Simon
Sebagai orang Kristen, kita diajarkan bahwa memberitakan injil adalah sebuah mandat penting yang diberikan Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke sorga (Matius 28:18-20). Mandat Injil ini kita juga kenal dengan sebutan Amanat Agung. Namun, ada satu macam mandat yang diberikan Allah yang juga sama pentingnya untuk dijalankan oleh manusia di muka bumi ini, yaitu mandat budaya (Kejadian 1:26-28, 2:15). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “mandat” merupakan kata benda yang memiliki arti perintah, arahan (instruksi), dan perwakilan; “budaya” memiliki arti sebagai akal budi, pikiran, adat istiadat, peradaban, dan kebiasaan. Di sisi lain, mandat budaya juga dikenal dengan sebutan Mandat Penciptaan, sebab Allah sudah memberikan perintah ini sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Mari kita melihat bagaimana rancangan Allah pada mulanya.
Kejadian 1:26-28, 2:15 adalah ayat kunci untuk memahami apa sebenarnya mandat budaya/penciptaan. Ada empathal yang terkait satu dengan lain terkandung di dalamnya:
1. Manusia diciptakan seturut peta teladan Allah
Hal ini memberikan implikasi bahwa manusia harus mencerminkan/merefleksikan karakter Allah kepada dunia ini dalam setiap kehadirannya melalui perkatan, pikiran, dan perbuatan. Contohnya seperti ini:
Karena Allah adalah kasih, maka saya hadir dalam dunia ini sebagai pribadi yang penuh kasih. KarenaAllah jugalah Pencipta yang kreatif, maka saya pun akan berkreasi dalam dunia ini sesuai kerinduan-Nya
2. Manusia ditunjuk sebagai wakil Allah untuk memerintah dunia atas nama-Nya
Perwakilan ini memberi manusia peran sebagai seorang imam. Sang imam mewakili siapa Allah di hadapan ciptaan. Di sisi lain, sang imam mewakili ciptaan memberikan persembahan kepada Allah. Dengan demikian, tugas mandat budaya ini bagaikan seorang mediator dan dikerjakan dalam bentuk ibadah pelayanan.
Kata “wakil” juga menunjukkan bahwa bumi bukanlah milik manusia, melainkan milik Allah (Mazmur24:12). Manusia dipercayakan sebagai pengelola/penatalayan yang harus memberi pertanggungjawabankepada-Nya atas apa yang dia kelola.
Sebagai mahkota ciptaan, manusia diberikan otoritas untuk memerintah dunia ini bersama-sama dengan Allah dan sesuai kehendak-Nya di dalam setiap area kehidupan.
3. Memanfaatkan potensi yang ada memelihara serta membuat dunia
menjadi tempat untuk lebih berkembang lagi
Melalui “beranak cucu dan bertambah banyak”, “taklukanlah”, “berkuasalah” manusia diberikan ruang untuk “mengusahakan” dan “memelihara” taman yang diberikan Allah.
Allah sendiri adalah Allah yang bekerja sejak awal dan Allah menemukan kesenangan dalam bekerja. (Kejadian 1:31-2:1). Dialah yang menjadi teladan bagaimana seharusnya kita bekerja dan memelihara bumi ini. Sebagai referensi tambahan, Pearlians bisa membaca Mazmur 50:10-12, Ulangan 22:6,7, Keluaran 23:12, Ulangan 25:3-4, dan Ayub 31:38-40 untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai poin ini.
4. Semua perintah dan kepercayaan ini diberikan melalui pekenanan Allah, yaitu berkat Allah (Kejadian 1:28)
Poin ini menegaskan bahwa semua berasal dari Allah. Tanpa berkat dan perkenanan Allah, tanpa kita melakukan dalam cara dan jalur yang Allah tetapkan, semua usaha pemeliharaan bumi ini tidak akan menjadi kemuliaan bagi Allah dan berkat bagi umat manusia.
Dalam tugas mengusahkan dan memelihara taman Eden, ada sebuah pohon yang dilarang oleh Allah untuk dimakan buahnya, yaitu pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Kejadian 2:17). Pohon yang diletakan di tengah bersama Pohon Kehidupan ini melambangkan pusat ibadah dan pemerintahan Allah sebagai penentu apa yang baik dan jahat, sebagai moral compass bagi mandat budaya. Maka jelas di sini, dosa karena memakan buah itu bukanlah sekadar pelanggaran aktivitas fisik namun sebuah pergeseran pemerintahan Allah di mana manusialah yang sekarang hendak menjadi penentu apa yang baik dan jahat bagi dirinya. Inilah inti dari dosa (Roma 1:21)! Itulah sebabnya setelah kejatuhan (Kejadian 3 dan seterusnya), kita melihat dosa-dosa dan hancurnya kebudayaan dan kacau-baalunya pengelolaan bumi ini. Manusia tetap berperan sebagai penakluk, tetapi dengan cara yang merusak dan mengeskpoitasi bumi. Kita bisa melihat hal ini (bahkan mungkin kita termasuk di dalamnya, meskipun dalam skala kecil) keserakahan dan penyimpangan yang terwujud dari dengan keegoisan dan tanpa mengenal isi hati Allah. Meskipun terlihat berhikmat dengan segala ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, dosa justru merusak tatanan kehidupan manusia, sehingga pandangan terhadap alam pun rusak (Roma 1:22-23). Betapa dalamnya kejatuhan dan penyimpangan ini dari rencana Allah yang semula! Kita dapat melihat bagaimana keadaan bumi kita saat ini. Misalnya isu global warming yang memunculkan seruan “go green”, semua ini adalah dampak dari dosa. Sebuah kalimat yang pernah saya baca memberi pesan seperti ini: Allah memberikan satu bumi cukup untuk seluruh umat manusia, tetapi cara hidup konsumerisme umat manusia menggunakan sumber daya alam membuat satu bumi tidak akan cukup memuaskan kebutuhannya.
Di sinilah mandat Injil menjadi sangat penting, karena melalui misi penyelamatan yang dilakukan oleh Kristus maka tujuan penciptaan ini akan dikembalikan lagi pada keharmonisan dan pemerintahan yang benar. Kematian Kristus menjadi Imam Besar, sang mediator sesungguhnya yang menebus segala ciptaan. Dalam Efesus 1:10 memberitahu kita bahwa Dia bukan datang hanya untuk menebus dosa manusia saja, tetapi juga menebus segala ciptaan (the cosmic Christ) dan Dialah yang akan menjadi terutama dari segala ciptaan (Kolose 1:18). Ini konsep yang sangat penting sehingga kita tidak hanya berfokus pada mandat injil tetapi juga mandat budaya.
Perlu diingat bahwa yang disebut bekerja bukanlah hanya pada hal-hal yang menghasilkan uang atau keuntungan untuk menopang kehidupan saja, tetapi dalam hal yang lebih signifikan di mana esensi bekerja adalah menjadi rekan sekerja Allah untuk menghadirkan kerajaan-Nya di bumi ini, sehingga kemuliaan-Nya terpancar dan berkat Allah bagi umat manusia dapat tercurah. Artinya, ketika kita terlibat dalam perkerjaan ini berarti kita sedang berpartisipasi dalam mandat Kerajaan Allah, ketika Dia menghakimi dan memulihkan, memperbaharui, dan menyempurnakan bumi ini, kita akan memerintah bersama-sama dengan Dia di Eden yang baru. Itulah pengharapan kita, dan itulah sebabnya usaha kita dalam menjankan mandat budaya tidak pernah sia-sia (1 Korintus 15:58).
Syukur pada Allah, karena Dia memberi anugerah-Nya, yaitu melalui anugerah umum di mana Allah menahan dosa dengan memberikan hati nurani dan menjaga bumi ini dari kehancuran yang diakibatkan manusia (Roma 1:25). Kita perlu mendoakan dan mendukung setiap orang yang terlibat di dalam segala tulisan artikel, organisasi, dan usaha yang dilakukan untuk melestarikan bumi. Meskipun tidak semuanya adalah orang Kristen (apalagi orang yang sungguh-sungguh percaya), tetapi mereka sedang sejalan dengan visi-misi Allah bagi bumi ini karena segala kebenaran adalah kebenaran Allah, dan inilah luasnya pekerjaan Allah yang perlu kita dukung. Karena itulah, kita sebagai orang Kristen perlu lebih berpartisipasi melalui segala macam bidang dan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi garam dan terang bagi sekitar kita. Seringkali orang-orang Kristen hanya berfokus pada mandat Injil dan kurang terlibat dalam aktivitas budaya, padahal ini adalah bagian yang sangat penting di mana Injil Kristus juga dinyatakan dalam budaya kita.
Mari kita gali lebih dalam. Dalam Kitab Kejadian, bentuk aktivitas penciptaan yang Allah lakukan dalam “memisahkan” dan “menamakan” terdengar familiar bagi kita dalam aktivitas pekerjaan rumah tangga bukan? Kita menata rumah dengan memisahkan ruangan yang satu dengan lainnya dan memberinya nama. Inilah dapur, inilah kamar, inilah kebun, inilah sampah organik, inilah sampah non-organik, dan sebagainya. Dari sini, kita mulai melihat bahwa apa yang kita kerjakan dalam rumah tangga kita sehari-hari sangatlah bernilai alkitbiah dan sepadan dengan apa yang Allah lakukan dalam merawat bumi ini. Rumah kita menjadi scoop yang lebih kecil, di mana kerajaan Allah melalui pekerjaan bermandat budaya dihadirkan melalui aktivitas memberi makan, merawat, memisahkan, memberi nama, mengajar, mengembangkan, serta menciptakan cara dan aturan-aturan membuat rumah ini juga menjadi house of God. Siapa dan apa yang ada dalam rumah kita? Entah itu anggota keluarga, tanaman, binatang peliharaan termasuk para pekerja, kita harus menjadi bagian di mana pendidikan mandat budaya itu terlaksana. Kita bukan hanya tahu hal ini bagi diri kita sendiri, tetapi setidaknya kita juga mengajar anggota keluarga, pembantu, sopir, pegawai kita untuk bepartisipasi. Di sinilah kita menerangi dan menggarami sesama kita. Inilah yang disebut mandat penciptaan.
Di dalam masa pandemi COVID 19 ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu berada di dalam rumah. Pada awal pandemi ketika sebuah kota melakukan lock down, terlihat bahwa langit lebih cerah selama beberapa waktu. Namun, di balik itu muncul masalah baru, bahwa penggunaan sumber daya air, listrik, energi dari rumah meningkat pesat, dan sampah-sampah dari rumah tangga melesat tinggi yang diiringi begitu banyak pembuangan jenis-jenis plastik (plastik, bubble wrap, selotip, box) akibat packaging dari makanan minuman dan pembelanjaan online yang dalam masa pandemi ini meningkat sepuluh kali lipat. Belum lagi peningkatan sampah medis tanah air yang mencapai 382 ribu ton per hari. Jika melihat fenomena seperti ini, bukankah kita—sebagai anak-anak Tuhan—harus melakukan bagian kita di tengah situasi seperti ini? Ada banyak tulisan yang dapat menjadi arahan bagaimana kita menghemat sumber daya alam dalam kehidupan sehari-sehari. Seharusnya semua ini menjadi sebuah latihan dan menjadi gaya hidup yang kita lakukan dan ajarkan. Inilah panggilan mandat budaya.
Mungkin kita berpikir, “Ah, apa, sih, signifikasi saya secara pribadi (atau sebagai sebuah keluarga) menghadapi arus kerusakan bumi ini? Apa yang saya lakukan tidak akan berdampak apa-apa terhadap bumi ini.” Pemikiran ini tidak tepat jika kita kembali ke Alkitab dan memandang apa yang telah, sedang, dan akan Kristus lakukan. Justru semua usaha pekerjaan pemeliharaan ini begitu berarti dan bernilai sebab Allah kita adalah Allah yang bertanggung jawab, Dia Sang Pencipta yang akan memulihkan kembali apa yang Dia telah mulai, agar bumi ini menjadi rumah di mana Dia tinggal dan bertakhta bersama-sama dengan umat-Nya. Allah jugalah Pribadi yang terus menopang bumi ini dengan anugerah kebaikan-Nya dan juga melalui kita, peta teladan-Nya. Inilah pekerjaan kita, inilah ibadah dan pelayanan kita. Tanggung jawab kita di hadapan Allah yang menopang perjalanan ini by faith not by sight. Mari kita mulai terlibat bermandat budaya dimulai dari rumah kita. Selamat berjuang dalam anugerah dan pertolongan Roh Kudus.
Soli Deo Gloria