Memaknai Bahasa Kasih Bersama Gabrielle

25 Oktober_Memaknai Bahasa Kasih Blog.jpg

by Nancy Lestuny

Hai, Pearlians! Perkenalkan, nama saya Nancy Lestuny. Saat ini, saya berada di my excited fifties setelah melampaui 5 dekade hidup yang penuh dengan warna dan tak ubahnya seperti roller coaster 😊 Suami saya adalah seorang pendeta dan menggembalakan sebuah gereja di Jakarta Timur. Kami dikaruniai dua orang anak: anak pertama adalah anak laki-laki yang berusia 13 tahun, dan adik perempuannya yang berusia 12 tahun. Sang adiklah yang akan menjadi pokok cerita saya melalui tulisan ini.

Nama putri saya adalah Gabrielle Evangelyn Sharon. Gabrielle merupakan bentuk feminin dari Gabriel, malaikat pembawa berita dari Tuhan. Begitu pula dengan kerinduan kami, agar Gabrielle menjadi messenger-nya Tuhan. Evangelyn, bentuk “manisnya” dari evangelis; karena ketika saya mengandung putri saya ini, kami masih betugas di Dili, Timor Leste, sebagai church planter-nya Tuhan. Nama Sharon identik dengan bunga mawar saron yang biasa ditemukan di Israel.

Gabrielle lahir di tahun 2008, 10 hari menjelang ulang tahun saya. Ketika dia lahir, ada sedikit ketegangan karena detak jantungnya ketika diukur cukup tinggi—berkisar antara 160-180 dimana normalnya 140-160. Akhirnya, dokter kandungan saya memutuskan untuk segera dilakukan tindakan section, dengan alasan saya mempunyai histori IUFD anak pertama. IUFD adalah Intrauterine Fetal Death, kondisi janin meninggal dalam kandungan. Alhasil, tindakan section dijalankan, dan puji Tuhan, Gabrielle lahir dengan selamat dan sehat, bahkan nilai APGAR pun normal. Diketahui akhirnya penyebab detak jantung yang tinggi karena ternyata Gabrielle terlilit tali pusar sebanyak dua kali di leher, sehingga hampir tercekik ☹

Ketika Gabrielle berusia sekitar enam bulan, saya dan suami memperhatikan bahwa putri kami ini tidak bisa duduk sendiri. Setiap kali didudukkan selalu jatuh. Tentu saja kami curiga, apalagi Gabrielle juga tidak bisa membolak-balikkan badan sendiri. Di sinilah titik awal kami masuk dalam struggling our faith ketika menyadari bahwa putri kami mengalami masalah dalam pertumbuhannya.

Singkat cerita, mulailah kami disibukkan dengan membawa Gabrielle untuk mengikuti terapi dari satu klinik ke klinik yang lain. Dari sekian peristiwa, ada satu yang memilukan hati saya. Di usia yang masih dini, kami membawa Gabrielle terapi di salah satu Klinik Tumbuh Kembang Anak di RS Ibu dan Anak di Jakarta. Awalnya saya tidak menyadarinya, tetapi setelah berulang-ulang terjadi, akhirnya saya baru mengerti. Bayangkan, di usia sekitar 10-11 bulan, setiap kali kami turun dari mobil dan menjejakkan kaki di halaman RS, sontak Gabrielle menangis dan menjerit. Demikian pula ketika harus melewati sesi-sesi terapi, selalu tangisan yang keluar dari mulutnya. How painful was my heart at that moment! Finally, kami putuskan untuk berhenti sejenak, kami khawatir Gabrielle akan mengalami pengalaman traumatis dengan terapi. Setelah menanti sekian purnama, akhirnya kami mendapatkan kepastian mengenai kondisi Gabrielle. Fix, Gabrielle didiagnosis mengalami Global Development Delay, atau keterlambatan perkembangan secara menyeluruh. Di usia 12 tahun ini, gadis kecilku ini masih belum bisa berbicara; masih membutuhkan bantuan maksimal dalam daily routines-nya dan bertingkah seperti anak-anak usia 4 tahun. Itulah gambaran umum mengenai my baby girl 😊

Demikian, Pearlians, sekilas kisah mengenai putriku Gabrielle, sebagai pengantar tema minggu ini, yaitu mengasihi sesuai bahasa kasihSo, guys, you can imagine how hard I am untuk mengungkapkan Bahasa kasihku kepada gadisku ini 😊

Bahasa kasih? Hmmm… apa, ya, itu? Menurutku, bahasa kasih adalah bagaimana kita mengekspresikan kasih kita kepada orang lain—baik kepada suami, anak, maupun orang-orang di sekitar—dengan cara kita sendiri. Bahasa kasih masing-masing orang pasti berbeda, dan perbedaan itulah yang melengkapi satu sama lain—apalagi dalam hubungan terdekat kita, yaitu our family as our inner circle.

Dr. Gary Chapman, seorang senior associate pastor pada Calvary Baptist Church di North Carolina, adalah penulis buku The Five Love Languages. Di dalam buku tersebut, Dr. Chapman membagi Bahasa Kasih dalam lima kategori:

  1. Words of Affirmation, mengekspresikan kasih dengan kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan.

  2. Quality Time, senang meluangkan waktu dengan orang yang dikasihinya.

  3. Receiving Gifts, senang memberikan hadiah/oleh-oleh, mengasihi berarti memberi sesuatu.

  4. Acts of Service, mengekspresikan kasih dengan melakukan Tindakan nyata yang bertujuan membantu, meringankan, memudahkan orang yang dikasihinya.

  5. Physical Touch, mengekspresikan kasih melalui sentuhan, pelukan, gandingan tangan, dan lain-lain.

Dari kelima Bahasa kasih di atas, saya agak bingung juga yah, mengenali Gabrielle termasuk kategori mana bahasa kasihnya karena dia belum bisa berbicara 😊 Di sinilah the power of emak-emak mulai bekerja menelisik ke arah mana bahasa kasih anak gadisnya. Fiuuuhhh… emaknya Gabrielle kudu strong bin tahan banting menghadapi gejolak anak gadis yang mulai gede. Menilai dan menilai. Memperhatikan dan menimbang.

Mazmur 139:14 berkata, Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan Ajaib; Ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Aku, sih, pegang teguh firman Tuhan ini. Karena bagiku, gak ada ciptaan Tuhan yang gagal. Gak ada ciptaan Tuhan yang defect. Malahan ciptaan Tuhan menurut aku itu zero defect, sempurna, absolutely gorgeous 😊

 

Tapi, koq, anakku mengalami delay dalam pertumbuhannya?

Koq anakku gak sempurna seperti anak-anak lainnya?

Sampai di usianya yang ke 12 tahun aja, kami—Papa dan Mamanya juga kakaknya—gak bisa berkomunikasi dengan Gabrielle.

Koq kami dikasih ujian seperti ini? Untuk memahami Bahasa kasih anakku aja, aku harus menggali sendiri, mencari tahu sendiri.

Dan masih ada sejuta koq-koq lainnya.

Hmmmm…….

 

Instead of questioning God, aku belajar untuk memahami ujian kehidupan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam keluargaku. Di satu saat, aku bisa bilang; yes, we are so special in the eyes of God, so He gave us a special need daughter. Tuhan lihat kami sanggup, koq, untuk menjalaninya, kami sanggup untuk bertahan dalam situasi yang mungkin bagi beberapa orang berat dan sulit. Walaupun begitu, Tuhan lihat kami mampu menghadapinya. 

Aku suka memperkatakan Mazmur 139:14 tadi buat Gabrielle. Aku imani apa yang aku ucapkan ke anakku, bahwa kehadiran Gabrielle adalah dahsyat dan ajaib! Mungkin aku belum melihat kesempurnaan itu terjadi atas anakku saat ini, tetapi kairos Tuhan berlaku mutlak bagi orang yang percaya sungguh-sungguh kepada Yesus Kristus! Amin!

Seiring dengan berjalannya waktu, saya dan suami, pelan-pelan mulai memahami apa sih Bahasa kasihnya Gabrielle. Dedek Biel (panggilan kami untuk Gabrielle) suka banget dielus-elus—mulai dari tangannya, punggungnya, hingga lengannya. Biel juga suka banget cium kami. Biel suka banget dicium, di-cuddling gitu. Dia sepertinya sangat menikmati.

Wow, Tuhan baik! DIA nunjukkin, bisa koq anak berkebutuhan khusus menunjukkan bahasa kasihnya. Finally, I know it so well, anakku memiliki bahasa kasihnya physical touch atau sentuhan fisik. Dengan segala keterbatasannya, gadis kecilku bisa membalas sentuhan kasih, dia juga bisa kasih tahu bahwa dia juga sayang kami. Kadang-kadang, aku jadi terharu melihat dia begitu bahagia dan gembira kalau aku cium-ciumin dia, karena dia bisa tertawa terbahak-bahak. Cuddling time is the best moment for us to build up our bonding.

Aku masih gak ngerti kapan waktu Tuhan buat anakku ini bisa berkomunikasi aktif dengan kami, bisa menyatakan isi hatinya secara verbal kepadaku, dan bisa ngomong, “Mama, I love you.” 😊 Namun, Yesaya 30:15 berkata, “Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: ”Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tetapi kamu enggan.” Nah, kan, jelas banget kalau Firman Tuhan bilang bahwa ketika aku tinggal tenang dan percaya kepada Tuhan, di sanalah kekuatan kita berasal: hanya dari Tuhan. Artinya, apalagi yang harus ditakutkan? Apalagi yang harus dikhawatirkan? Tenang dan percaya aja sama Tuhan, itu kuncinya. Yang perlu kulakukan adalah mengerjakan apa yang menjadi bagianku, dan Tuhan pun pasti bertindak sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya.

 

Apa yang bisa aku lakukan? 

Mengasihi Gabrielle tanpa syarat. 

Menerima Gabrielle apa adanya.

Melayani segala kebutuhan Gabrielle dengan sukacita.

Inilah bahasa kasihku untuk Gabrielle: Acts of service, melayaninya dengan kasih Tuhan.

 

Saya ingin menutup tulisan ini dengan satu statement:

Diperlukan stamina rohani yang tangguh untuk dapat melewati setiap musim kehidupan kita. Memiliki anak berkebutuhan khusus bukanlah aib, jangan pernah malu. Ketahuilah, Tuhan sedang melatih kita untuk memperkuat stamina rohani kita supaya kita Tangguh untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus. 

 

Tuhan Yesus memberkati!

 

Duren Sawit, 24 September 2021 @NancyLestuny

Previous
Previous

Benih Yang Mati Untuk Menumbuhkan Yang Lain

Next
Next

Lidah Orang Bijak