Sempurna di Mata Allah

by Yunie Sutanto 

Deretan nama sembilan orang artis asal Indonesia termasuk dalam 100 Most Beautiful Faces in 2021 yang dikeluarkan lembaga survei independen TC Candler. Lembaga-lembaga survei sejenis pun marak bermunculan mengumumkan hasil surveinya. Daftar aktor Korea terganteng pun cukup ramai dibincangkan warganet. Di detik.com juga dituliskan tentang sebuah studi dari ahli bedah plastik Julian De Silva yang menyebutkan nama 10 orang tercantik di dunia berdasarkan rumus Golden Ratio Theory. Kecantikan wajah yang sempurna dianggap termiliki oleh mereka yang memiliki nilai skor wajahnya berpadanan dengan rasio emas. Banyak wanita yang berhasrat ingin tampil sempurna pun mulai mengukur bentuk wajahnya dan berharap bisa meningkatkan nilai skornya. Tak jarang, operasi plastik menjadi upaya yang ditempuh demi menuju kesempurnaan! 

Well, kata “sempurna” memang makin menjadi suatu keniscayaan. Keindahan fisik dan hasrat untuk tampil sempurna merajalela. Bagaimana dengan Pearlians, apakah juga memiliki obsesi ingin tampil cantik sempurna? Semua wanita tentunya ingin terlihat cantik, dan ini sangat wajar. Yang menjadi pertanyaan adalah… dari mana munculnya hasrat akan keindahan itu?

Pada mulanya, Allah menciptakan dunia dan segala ciptaannya itu indah adanya. Lihatlah betapa menakjubkannya alam, cakrawala yang dipenuhi warna warni saat langit senja, dan cantiknya warna kelopak bunga! Semua keindahan alam itu adalah karya Allah yang kreatif, ekspresi keindahan yang berasal dari-Nya. Allah melihat semua yang dijadikannya baik, bahkan Dia mengatakan bahwa manusia diciptakan-Nya sungguh amat baik. Manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah sendiri. Manusia pertama dalam keadaan sempurna terlihat dari tubuh kemuliaan yang memancarkan sinar kemuliaan Allah. Sayangnya, dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa, gambar dan rupa Allah itu pun rusak. Yang tersisa adalah suatu hasrat besar akan kemuliaan semula yang coba dipenuhi lewat cara-cara yang salah. Manusia menggunakan kekuatan dirinya ingin sempurna dalam penampilannya. Hingga kini, industri fashion dan kecantikan selalu laris manis berbekal hasrat ini.

Tentunya Pearlians masih ingat kisah beauty pageant di kerajaan Persia, tepatnya tentang Ester dan para kandidat dipersiapkan untuk menghadap Raja Ahasyweros dalam kontes kecantikan di abad ke-5 SM itu. Tercatat dalam kitab Ester pasal 2 ayat 12: 

Tiap-tiap kali seorang gadis mendapat giliran untuk masuk menghadap raja Ahasyweros, dan sebelumnya ia dirawat menurut peraturan bagi para perempuan selama dua belas bulan, sebab seluruh waktu itu digunakan untuk pemakaian wangi-wangian: enam bulan untuk memakai minyak mur dan enam bulan lagi untuk memakai minyak kasai serta lain-lain wangi-wangian perempuan.

Wangi semerbak pastinya si gadis setelah dipersiapkan selama 12 bulan dengan urapan sedemikian rupa. Tidak ada bau badan yang berpotensi membuat Raja Xerxes turn off! Urapan dan wangi-wangian menjadi cara bersolek agar tampil sempurna di masa itu. Industri kosmetik masih belum secanggih zaman now. Namun, hasrat untuk tampil cantik terus ada sepanjang masa.

       Yang kelihatan memang merupakan bayangan dari apa yang tidak kelihatan. Jika untuk urusan kecantikan fisik saja begitu banyak upaya dikerahkan, terlebih lagi untuk urusan batiniah. Tapi, sebenarnya kecantikan batiniah yang sempurna itu seperti apa, sih? Sebagai calon mempelai Kristus, seperti apa kita harus berdandan supaya cantik di mata-Nya? Kita membaca dalam Bilangan 7:1:

Pada waktu Musa selesai mendirikan Kemah Suci,diurapinya dan dikuduskannyalah itu dengan segala perabotannya, juga mezbah dengan segala perkakasnya;dan setelah diurapi dan dikuduskannya semuanya itu.

Segala perkakas di dalam Kemah Suci harus diurapi agar kudus sebelum dipergunakan untuk ritual ibadah. Dalam Imamat 8:12 pun tercatat bahwa sebelum menjabat dan melakukan ritual, para imam juga harus dikuduskan juga terlebih dahulu, “Kemudian dituangkannya sedikit dari minyak urapan itu ke atas kepala Harun dan diurapinyalah dia untuk menguduskannya.” Jika kita membaca lebih lanjut penobatan jabatan raja pun demikian: Saul dan Daud diurapi oleh nabi Samuel sebagai tanda bahwa penyertaan Tuhan dan otoritas illahi ada pada pribadi yang dipilih-Nya sebagai raja. Saul dan Daud bukan pribadi sempurna. Meskipun penuh kelemahan dan kekurangan, urapan Allah yang menyertai mereka itulah yang menyempurnakan. Mereka dilayakkan untuk memimpin karena urapan Allah ada pada mereka. Bukan karena kehebatan atau kesempurnaan mereka. Saat urapan Allah sudah undur dari Saul, ia bukan lagi raja yang dipilih. Urapan illahi inilah yang membedakan. Kita senantiasa membutuhkan penyertaan Roh Allah dalam hidup kita. Tanpa penyertaan Roh Kudus, kita hanya akan memakai kekuatan diri semata.  Seperti Ester yang diurapi dan siap menghadap Raja, demikianlah para umat pilihan diurapi supaya dilayakkan untuk menghadap-Nya. Nasihat Petrus pun mengingatkan para jemaat mula-mula:

Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah,tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan,yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah (1 Petrus 3:3-5a)

Pearlians mungkin bertanya-tanya seperti ini:

“Secara rohani, memangnya saya ini siapa? Saya jauh dari sempurna!”

“Saya ini bisanya apa, sih? Saya cuma wanita biasa saja, kan? Apa bagianku dalam Kerajaan Allah?”

 

Oh, tidak! Di dalam Kristus, kita bukan sekadar menjalani hidup tanpa makna! Pertanyaan-pertanyaan ini lebih pas dijawab dengan kalimat parafrase dari 1 Petrus 2 ayat 9 yang merangkumkan identitas kita sebagai orang percaya:

Tetapi sayalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus , umat kepunyaan Allah sendiri, supaya saya memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil saya keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.

(bayangkan Pearlians memiliki privilege seperti ini!)

Dalam menghadapi berbagai tantangan hidup ini, kita harus memiliki kesadaran akan siapa diri kita yang sebenarnya. Sebagai murid Kristus, kita bukan hanya berhenti di “cuma tahu Firman” dan rajin ibadah. Rajin beredar di mimbar dan sering menulis artikel rohani pun bukan jaminan seseorang itu layak menghadap Kristus (toh kita masih bisa berdosa walaupun telah dimenangkan oleh darah-Nya)! Sebagai calon mempelai-Nya, kita harus sadar penuh bahwa diri kita dipilih Allah sebagai imam, yang sudah dikuduskan dengan darah-Nya dan sudah bebas dari perbudakan dosa. Kita sadar bahwa kita ini milik Allah, kita bukan lagi hamba dosa. Kita sudah dibawa keluar dari kegelapan kepada terang Kristus. Kita fokus pada menjalani misi dalam hidup kita untuk memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang hidup. Tidak ada lagi tuduhan dan dakwaan Iblis yang menghalangi kita untuk berkarya bagi Kristus. Penyertaan Roh Kudus itulah urapan yang menyempurnakan kita dan memampukan kita. Bukan kehebatan kita yang membuat kita ini layak dan kudus di hadapan Allah.  Kita semua sudah jatuh dalam dosa; tanpa karya penebusan Kristus, kita semua pasti binasa. Kesalahan dan kelemahan kita telah dibayar lunas oleh darah Yesus! Tidak ada lagi penghakiman dan penghukuman bagi kita yang berada dalam Kristus.

Mungkin beberapa Pearlians memiliki masa lalu kelam: mantan wanita malam, mantan pecandu narkoba, mantan ayam kampus, mantan istri simpanan, mantan pelaku atau penyintas KDRT (atau kekerasan dalam pacaran), dan sebagainya. Namun, justru di dalam kelemahan sebagai manusia berdosa, urapan Allah itulah yang menyempurnakan kita. Mari kita menyadarkan diri bahwa kita bukanlah siapa-siapa jika berada di luar Kristus. Tanpa pengurapan-Nya yang menguduskan kita, kita ini najis. Kita hanya bisa bertumbuh jika melekat pada Kristus dan berada di dalam Kristus. Mungkin penampakan kita dari luar terlihat sebagai orang baik-baik, tetapi tidak ada kehidupan batiniah kita yang bisa disembunyikan dari-Nya: hati yang dikuasai iri, dendam, amarah, pikiran cabul, pornografi, mata duitan, dsbnya. Allah tahu semua titik-titik lemah kita. Tidak ada manusia yang sempurna.

“Allah sering berkarya dalam hidup kita, bukan dengan memberi kita keadaan sempurna, tetapi dengan menunjukkan kuasa dan kasih-Nya dalam situasi-situasi kita yang tidak sempurna.  Dia berkarya demi kebaikan kita dengan memperkenankan  kita bergumul dalam hubungan-hubungan yang kurang sempurna.”

—Alice Mathews, Wanita yang Dibentuk Allah (halaman 39)

Yang Sempurna itu telah tiba, yakni Kristus Yesus, Tuhan kita. Dia telah lebih dulu memberi teladan melalui hidup-Nya. Dia tidak lahir di tempat berbintang lima yang serba nyaman fasilitasnya; Dia lahir di kandang domba yang jauh dari layak dan nyaman. Penampilannya dideskripsikan sebagai tidak rupawan. Biasa saja. Kalau Yesus ganteng nan rupawan pasti Yesaya tidak akan menulis seperti ini dalam pasal 53 ayat 2b, “Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkannya.” Yakinlah, jika tahun 20-an Masehi ada survei independen, nama Yesus tak akan muncul di deretan wajah ganteng! Urusan penampilan fisik memang bukanlah esensinya. Sempurna secara batiniah, saat hidup kita melekat pada Kristus, inilah esensi hidup kita. Pada saat itulah, sinar kemuliaan Kristus akan memancar lewat wajah dan hidup kita. Manusia baru kita akan makin terlihat.  Kita sempurna saat kita ada di dalam Kristus dan tenggelam dalam hadirat-Nya yang memuaskan jiwa kita. Cirinya bagaimana? Kristus yang makin besar dan si “aku” yang makin kecil. Not the other way around. Tuhan Yesus pernah berkata, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:48) Kita dimampukan untuk sempurna di dalam penyertaan dan pengurapan Roh Kudus sampai Maranatha!

Bagaimana menguji bahwa kita ini melekat pada-Nya, atau malah lenggang kangkung menggunakan kekuatan diri tapi bertopeng rohani? Deretan nama yang bermunculan dalam Ibrani 11 bisa diintip sebagai pentunjuk. Proses hidup akan menguji kadar iman kita. Mengutip Yakobus 1:2-4, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang,supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.” Saat masalah dan problematika hidup bermunculan di tahun 2022 ini, itulah saatnya kita diberi kesempatan untuk semakin melekat pada Kristus agar kita sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun di dalam-Nya.

Karena itu kami senantiasa berdoa juga untuk kamu,supaya Allah kita menganggap kamu layak bagi panggilan-Nya dan dengan kekuatan-Nya menyempurnakan kehendakmu untuk berbuat baik dan menyempurnakan segala pekerjaan imanmu, sehingga nama Yesus, Tuhan kita, dimuliakan di dalam kamu dan kamu di dalam Dia, menurut kasih karunia Allah kita dan Tuhan Yesus Kristus.
(2 Tesalonika 1:11-12)

Previous
Previous

When the Good Things Shattered

Next
Next

A Fresh Start