Dasar Kuat Pernikahan Kristen (Part II)

19 Juli_translation_Dasar Kuat pernikahan Kristen 2 Blog.jpg

by Sofia Tjiptadjaja, alih bahasa oleh Mekar Andaryani Pradipta

Keindahan Ketaatan yang Alkitabiah

Ketaatan yang alkitabiah adalah tindakan kerelaan, bukan penaklukan berdasarkan paksaan atau rasa takut. Ketaatan ini muncul ketika kita tidak lagi meninggikan diri sendiri dan memutuskan untuk mengasihi. Tindakan-tindakan Kristus sangat erat kaitannya dengan ketaatan. 

Saat kita taat karena kita menyadari keberadaan Allah, kita sungguh merupakan anak-anak Allah dan bagian dari gereja-Nya. Ketaatan kita membawa kuasa Tuhan untuk mencapai tujuan-tujuan-Nya. Perilaku yang taat menghasilkan kekudusan, penghargaan dan kuasa untuk mengubah hati orang lain. Di mata Tuhan, ketaatan bukanlah kelemahan, namun kekuatan, karena kita memilih meletakkan pengharapan kita di mata Tuhan. 

Ketaatan yang alkitabiah juga tidak sekedar menyenangkan orang, ketaatan yang timbul dari rasa takut, atau perilaku pasif agresif. Kita bisa taat dalam perbuatan dan perkataan, namun penghargaan dan respek datang dari dalam hati. Ketidaktaatan melukai hati Tuhan karena menunjukkan tidak adanya iman, ketidaktenangan, tidak setia, kesombongan, dan cinta pada diri sendiri. 

Dulu saya taat kepada suami saya karena saya sekedar tidak punya energi untuk berdebat, namun kenyataannya saya tidak mendukung dan menghargai dia sepenuh hati. Jika ada kesempatan, saya akan menunjukkan kepada suami saya bahwa saya yang benar. Ketaatan seperti itu tidak mengandung kasih, hanya rasa takut dan keinginan untuk menyenangkan orang lain. 

Ketaatan yang benar menunjukkan kepercayaan, roh yang lemah lembut dan tenang, bukan pemberontakan, perdebatan dan kemarahan. Ketaatan ilahi datang dari hati yang berakar pada kebenaran, kasih dan karunia Tuhan. 

Kita tidak perlu bertengkar untuk membuktikan kita benar, termasuk menggunakan manipulasi dan cara-cara dunia (Roma 8:7). Kita percaya bahwa Tuhan, bukan manusia, yang akan memelihara dan memenuhi hak-hak kita.

Sudut Pandang Alkitabiah Membawa Kepada Ketaatan

Tindakan-tindakan sederhana dapat menyentuh dan mengubah hati orang lain, salah satunya sikap taat. Saat saya dan suami saya menghadapi jalan buntu dalam sebuah konflik, dan kami tidak tahu bagaimana membuat kemajuan, keadaan menjadi lebih baik waktu salah satu dari kami mengalah, menyingkirkan kesombongannya, merendahkan diri dan bekerja sama. 

Komitmen untuk taat akan memenuhi hati kita dengan prasangka baik kepada Tuhan dan sesama. Prasangka baik ini yang menguatkan kita untuk mengatasi perbedaan sampai akhirnya menemukan satu solusi bersama. 

Banyak isu di pernikahan berasal dari sudut pandang yang salah tentang kehidupan. Sudut pandang itu menghasilkan harapan yang juga salah, yang akhirnya menjadi benih konflik dalam hubungan. Perubahan sudut pandang biasanya menjadi titik balik menuju kesembuhan emosional dan spiritual. 

Dalam sudut pandang saya yang sombong dan egois, saya merasa tahu apa yang baik untuk saya dan keluarga. Saya ingin membuat tujuan-tujuan dan rencana tentang bagaimana segala sesuatu harus dilakukan. Saya percaya Tuhan, tapi Tuhan yang saya percayai itu saya letakkan di belakang layar. Saya tidak membiarkan Tuhan untuk membimbing saya selangkah demi selangkah, padahal Dialah sebenarnya yang paling tahu apa yang terbaik untuk saya dan keluarga.

Sudut pandang saya yang salah tentang Tuhan dan seperti apa hidup yang sukses itu menjadi sumber konflik antara saya dan suami saya, terutama menyangkut masalah keuangan. Konflik ini terjadi sampai bertahun-tahun, dan menjadi salah satu konflik terbesar dalam kehidupan pernikahan kami. 

Hanya ketika pada akhirnya saya menundukkan diri kepada otoritas Tuhan, saya siap menerima apapun yang terjadi. Saya berhak menerima apapun yang menurut Tuhan berhak saya terima, dan saya baik-baik saja dengan itu. Saat saya punya hati yang taat kepada Tuhan, saat itu lah saya siap untuk sepenuhnya taat kepada suami saya dengan hati yang rela dan tanpa ketakutan, saat itu pula konflik dalam pernikahan kami perlahan memudar. 

Sikap hati yang taat juga mengubah sudut pandang kita. Bagaimana kita menerima kedaulatan Tuhan, bagaimana kita memegang Tuhan dan janji-Nya, bagaimana kita memandang orang lain dan diri kita sendiri, bagaimana kita menetapkan harapan dan tujuan-tujuan, dan bagaimana kita mengasihi, semua bisa berubah saat kita memutuskan untuk taat. 

Keadaan kita mungkin tidak berubah, tapi sukacita dan damai sejahtera tidak akan meninggalkan kita saat kita taat. Hati kita dipenuhi sukacita karena mata rohani kita terbuka dan kemurahan Tuhan ada atas kita. 

Ketaatan menunjukkan kualitas manusia rohani yang indah di mata Tuhan: kelembutan, kerendahan hati, tidak mementingkan diri sendiri, bebas dari khawatir dan rasa takut, iman kepada Tuhan dan tujuan-Nya, kekuatan di dalam Tuhan, dan kesetiaan kepada Tuhan dan cara-cara-Nya. 

 

Ketaatan di Dalam Kenyataan yang Tidak Sesuai Harapan

Kita tidak akan pernah memiliki kepemimpinan yang sempurna di dalam dunia yang sudah jatuh ini. Manusia akan berbuat dosa baik sengaja maupun tidak. Bahkan seorang ibu, yang mencintai anaknya lebih dari dia mencintai dirinya sendiri, kadang masih bersikap egois dengan otoritasnya atas anak-anak.

Tapi, ketaatan bukan berarti menyerah begitu saja saat ada pola kekerasan yang berbahaya. Kita memang selalu siap untuk memberikan pengampunan, tapi kita tidak ikut serta atau membiarkan perilaku dosa, terutama jika itu membahayakan hidup orang lain. Kita tidak menolerir dosa, apapun yang melanggar perintah Allah, karena ketaatan utama kita adalah kepada Allah. 

Setelah kejatuhan manusia, kutuk yang jatuh kepada Tuhan adalah adanya permasalahan kepemimpinan antara suami dan istri (Kejadian 3:16). Konsep pernikahan telah banyak rusak karena dosa. Istri ingin memberontak dan mempertahankan dirinya sendiri, sementara suami ingin mendominasi – alih-alih menyayangi, membimbing dan melindungi istri,

Saat kita taat kepada manusia, kita membuka diri untuk menjadi rapuh dan menyerah kepada kendali orang lain. Di dunia yang jatuh dan rusak ini, ketidaksempurnaan orang lain akan masuk dan memengaruhi hidup kita. 

Saat kita menyerahkan hidup kita kepada Yesus, kita percaya Dia akan memelihara kita. Kita tetap berada dalam kasih-Nya dan mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Dengan cara inilah kita bisa tetap taat dengan hati yang dipenuhi damai sejahtera dan kasih karunia. 

Orang-orang dalam hidup kita tidak bisa tahu segala sesuatu, juga tidak sanggup mengasihi setiap waktu. Kadang mengikuti keputusan mereka bisa menjadi tantangan besar. Tapi Tuhan memilih suami kita menjadi pemimpin walaupun Dia tahu karakter dan kesanggupan suami kita tidak sempurna. 

Otoritas di atas kita, termasuk suami, di tengah ketidaksempurnaannya, berhak mendapatkan hormat dan penghargaan, karena Tuhan sendiri telah menetapkan mereka pada posisi sebagai pemimpin (Roma 13:1-7). 

Ketaatan kita bukan semata kepada manusia, tetapi kepada Tuhan. Hanya kepada orang-orang yang melanggar perintah Allah, kita boleh memutuskan lain. Selain itu, sebisa mungkin kita tunduk dan mengakomodasi keputusan suami karena kita percaya ketaatan kita adalah perintah Allah. 

 

Mengikuti Cetak Biru Tuhan 

Tuhan tidak pernah memaksa kita untuk taat. Dia ingin kita taat karena kita mengasihi Dia. Kasih yang sejati timbul dalam kerelaan untuk taat apapun kondisinya (Yohanes 14:15). Tuhan menghargai kasih dan ketaatan kita. 

Ketaatan kita membuat kita mengerti rencana Tuhan, rencana keselamatan, rencana penebusan, rencana pemulihan dan kemuliaan-Nya. Ketaatan rohani adalah cetak biru Allah untuk mengubah hati dan kehidupan kita. 

Dalam apapun peran kita, baik sebagai istri yang tunduk pada suami, atau sebagai ibu yang memimpin anak-anak, sikap taat akan membangun rumah kita. Perempuan yang bodoh memelihara pemberontakan, yang akhirnya membunuh hubungan dan menghancurkan rumah tangganya. Biarlah kita menjadi perempuan bijaksana yang mengikuti cetak biru Allah untuk setiap rumah tangga. 

 ***

Sofia Tjiptadjaja adalah seorang istri dan ibu dari dua anak perempuan. Tulisan lain dari Sofia dapat dibaca di blog Wholesome Women (https://www.wholesomewomen.org). 

Previous
Previous

Menghitung Hari dan Menjadi Bijaksana

Next
Next

Dasar Kuat Pernikahan Kristen (Part I)