Ditajamkan untuk Makin Dikuatkan
by Poppy Noviana
Singa, yang terkuat di antara binatang, yang tidak mundur terhadap apapun.
Amsal 30:30
Suatu hari, aku dan sahabatku ingin pergi bermain-main di area Bogor menuju puncak. Kami berencana pergi ke Taman Safari untuk menghabiskan waktu. Saat kami mulai memasuki area penangkaran singa dan macan, kami melihat betapa tenangnya kawanan singa itu duduk-duduk sambil menatap ke arah mobil kami yang sedang melintas. Namun, kami tahu ketenangan yang ditunjukkan itu bukan sifat asli yang muncul ketika hewan-hewan itu melihat mangsa di depannya. Jadi, orang yang mengenal sifat hewan-hewan tadi, tentu tidak akan turun dari mobil dan menghampirinya. Alkitab sendiri mencatat, singa tidak akan mundur terhadap apapun. Lantas bagaimana sifat seperti ini disebut kuat?
Permasalahan yang terjadi dalam hidup kita, Tuhan maksudkan untuk membentuk kita. Dengan berbagai cara, Ia seperti Sang Penjunan yang menyempurnakan sebuah bejana (Yeremia 18:4). Ia memakai situasi dan orang-orang di sekitar kita, untuk menajamkan kita, seperti besi yang menajamkan besi (Amsal 27:17).
Apa perbedaan antara menajamkan dan menyakiti?
Menajamkan bertujuan untuk mengkonstruksi, menambah nilai, dan membentuk, supaya di kemudian hari siap digunakan untuk membawa manfaat. Menyakiti bertujuan destruktif dan menjatuhkan nilai, tidak membawa kebaikan dan pertumbuhan dikemudian hari.
Mari fokus kepada hal yang membangun, kenapa saya perlu ditajamkan?
Orang hebat tidak muncul dari persoalan hidup yang biasa-biasa saja, tetapi dari proses melewati badai gelombang persoalan yang besar. Proses itu yang membuat seseorang bergantung penuh kepada kedaulatan Tuhan yang berkuasa memberikan keadilan dan hikmat, sesuai dengan janji-Nya bagi setiap orang yang percaya. Waktu pembentukan yang panjang dan proses penerimaan atas pembentukan tersebut menuntun kita kepada kedewasaan. Jadi semakin dapat kita menerima, mengerti dan memaknai setiap ujian hidup, maka semakin kuat pula otot-otot karakter kita untuk menghadapi persoalan, naik kelas, dan dipercayakan hal yang lebih besar.
Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut."
Lukas 12:48
Jadi jika kita dapat melihat suatu tanggung jawab sebagai kesempatan untuk ditajamkan, bertumbuh dan membangun karakter kita, maka doa kita bukan lagi minta kemudahan. Kita tidak lagi berdoa tentang keinginan-keinginan kita, namun memohon kekuatan yang jauh lebih besar daripada persoalan dan tantangan yang kita hadapi.
Dengan proses yang ada, keinginan kita diarahkan untuk pada akhirnya mengerjakan keselamatan yang telah kita terima, mengenal dan mengejar panggilan dengan kasih dan kebenaran.
Apa tujuan dari ditajamkan?
Tentu saja untuk membuat kita mengenal Tuhan secara pribadi. Seperti Ayub, yang awalnya mengenal Tuhan dari apa kata orang, kemudian mengenal Tuhan secara pribadi melalui permasalahan hidupnya. Penajaman juga menjadikan sekeliling kita mengenal Dia bahkan ingin menjadi muridNya, dan memuliakan Dia, karena kita memberikan respon yang benar.
Permasalahan hidup tentu tidak menyenangkan semua orang, termasuk diri kita sendiri. Tapi kita perlu ingat bahwa Yesus pun tidak datang untuk menyenangkan diri-Nya dan semua orang. Ia membawa diri-Nya kepada arena kelemahan, pada sosok manusia yang terbatas, namun menunjukan kepada kita apa itu pertumbuhan dan keutuhan sebuah proses pemurnian. Ia memberi teladan bagaimana berteman dengan kesukaran sampai tak berdaya dan hanya mengandalkan Dia. Ia mengajarkan agar mata kita memandang Allah semata, dan upah kehidupan kekal.
Mengapa harus lebih kuat dari hari ke hari?
Proteksi dan pertolongan dalam masa pembentukan adalah bagian Tuhan. Bagian kita adalah menerima pertolongan-Nya dan bertanggung jawab atas respon atas hidup yang diberikan-Nya. Tuhan memberikan hidup bukan untuk disia-siakan. Bangkit dari kejatuhan dan belajar dari setiap persoalan adalah bukti kita tidak ingin melewatkan sedikitpun pembelajaran yang semakin membuat kita kaya akan kebijaksanaan dan ketangguhan saat hidup.
Jadi apa arti kuat yang sebenarnya?
Kita kuat saat kita memahami bahwa di dalam kelemahan kita disitulah kekuatan yang sesungguhnya. Kita kuat di saat kita berada dalam ketergantungan sepenuhnya kepada Bapa, Kristus dan Roh Kudus yang senantiasa menyertai kamu sampai kepada akhir zaman. Kita kuat, ketika kita, seperti singa, tidak mundur dari apa yang menjadi lawan kita, namun mengikuti rencana dan bimbingan Tuhan dalam setiap proses kehidupan menuju kesempurnaan Kristus yang adalah teladan kita.
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
2 Korintus 12:10