Kedatangan Tuhan Yesus

6 September_Glory_Kedatangan Tuhan Yesus Blog.jpg

by Glory Ekasari

Di dalam Alkitab, kedatangan Tuhan digambarkan dengan berbagai cara yang menarik, tergantung dari hal apa yang ditekankan dan tergantung pula pada orang-orang yang menerima kabar kedatangan-Nya. Kita akan melihat empat metafora yang digunakan dalam Alkitab untuk menjelaskan hal ini.

1. Pencuri yang datang pada waktu yang tidak diketahui

“Hari Tuhan akan datang seperti pencuri” tegas disebutkan dua kali dalam Perjanjian Baru (1 Tesalonika 5:2, 2 Petrus 3:10), dan Tuhan Yesus sendiri menyatakan bahwa kedatangan-Nya akan sangat mendadak dan tidak terduga, seperti datangnya pencuri (Matius 24:43, Lukas 12:39-40).

Tidak ada orang yang senang kedatangan pencuri. Metafora ini memberikan suasana yang menakutkan dan menimbulkan rasa kuatir karena kita merasa terancam bahaya. Saya sendiri pernah mengalami rasa takut menghadapi kedatangan Tuhan. Ketika masih kecil, saya sering membaca komik singkat di sebuah majalah Kristen yang dikoleksi orang tua saya. Komik itu adalah tentang pengangkatan (rapture) dan penganiayaan yang dialami oleh orang-orang Kristen yang tidak bersungguh-sungguh sehingga mereka tidak diangkat oleh Tuhan. Siksaannya sadis, sehingga saya takut sekali. Saya sungguh tidak ingin Tuhan cepat datang, karena saya yakin saya tidak akan diangkat, dan saya akan mengalami aniaya. Fakta bahwa kedatangan Tuhan terjadi di waktu yang tidak terduga dan saya tidak berdaya menundanya, membuat saya semakin takut. Saya bahkan pernah bermimpi seluruh keluarga dan teman-teman saya diangkat, tapi saya tertinggal dan harus disiksa!

Kalau saya pikir-pikir lagi, alasan saya pada saat itu begitu yakin saya tidak akan diangkat dan akan mengalami siksaan adalah karena jauh di dalam lubuk hati saya, saya sadar bahwa saya orang berdosa. Saya sadar bahwa saya tidak mengenal Tuhan, Dia tidak mengenal saya, dan Dia akan menghukum saya atas segala dosa saya. Walaupun masih kecil, rasa takut yang saya rasakan merupakan bukti kesadaran saya akan dosa. Saya—yang adalah orang berdosa—takut menghadapi Tuhan yang akan menghakimi saya. Karena itu, kalau Pearlians merasa takut saat memikirkan kedatangan Tuhan Yesus, kita perlu introspeksi diri: mengapa kita merasa seperti itu? Apakah karena kita sebenarnya belum mengenal Tuhan dan tidak punya keyakinan di dalam Dia? Orang-orang yang tidak mengenal Yesus tidak ingin Dia segera datang, apalagi menanti-nantikan kedatangan-Nya. Sebisa mungkin mereka ingin Dia berlama-lama, agar mereka semakin lama terhindar dari hukuman.

Setelah saya lahir baru, saya tidak lagi dibayangi ketakutan akan kedatangan Tuhan yang mendadak, karena saya tahu Dia mengasihi saya. Pengalaman ini membuat saya teringat pada 1 Yohanes 4:18 yang berkata, “Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan.” Saya yakin bahwa Dia yang telah memberikan nyawa-Nya bagi saya tidak akan meninggalkan saya.

2. Seorang raja yang menyelamatkan umatnya

Gambaran tentang Tuhan sebagai Raja yang datang menyelamatkan umat-Nya sangat banyak ditemukan dalam Perjanjian Lama, terutama kitab para nabi dan Mazmur. Dalam Perjanjian Baru, kita melihatnya dengan jelas di kitab Wahyu. Kabar kedatangan-Nya disebut “Kabar Baik”, dan umat-Nya bersukacita menyambut pemerintahan-Nya yang diwarnai kebenaran dan keadilan.

Salah satu tema yang dominan dalam Alkitab adalah Kerajaan Allah. Allah disebut sebagai Raja yang memerintah atas seluruh ciptaan. Ia memberikan pemerintahan kepada Yesus (Anak Manusia) dan Yesus memerintah bersama Allah. Yesus akan datang kembali ke dunia untuk mengumpulkan umat-Nya–yaitu kita yang percaya kepada-Nya–dan menghancurkan musuh-musuh-Nya. Pada saat itu, Dia akan membalaskan kejahatan yang menimpa umat-Nya, yang dianiaya oleh orang-orang dunia.

Dalam bahasa Perjanjian Lama, ini adalah “keselamatan yang dari Allah”. Umat Allah akan dibawa untuk tinggal bersama Dia dalam kerajaan yang kekal. Hal tersebut terjadi ketika Yesus datang sebagai Raja dalam kemuliaan di depan mata kita yang masih hidup di dunia ini. Pengharapan ini sangat berarti bagi saudara-saudara kita yang mengalami penganiayaan karena iman mereka, bahkan hingga detik ini. Siapa yang akan membalaskan darah para martir yang dibunuh dengan tidak adil? Yesus, ketika Ia datang kelak. Siapa yang akan menolong umat Tuhan yang ditindas oleh pemerintah? Yesus, ketika Ia datang kelak. Siapa yang akan mendirikan Kerajaan yang tanpa cacat dan penuh damai sejahtera, dimana tidak akan ada lagi air mata dan penderitaan? Yesus, ketika Ia datang kelak. Ini adalah pengharapan yang mulia.

3. Seorang tuan yang menemui hamba-hambanya

Metafora yang ketiga lebih personal dan banyak disebutkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Ia menegaskan bahwa kita adalah hamba yang diberi banyak kepercayaan (bdk. perumpamaan tentang talenta [Matius 25] atau uang mina [Lukas 19]) dan pada saat Tuhan datang kelak, kita harus mempertanggungjawabkan semua kepercayaan itu. Ini bukan kondisi yang menakutkan, tapi seperti laporan hasil kerja kepada tuan yang mempercayakan hartanya untuk dikelola. Gambaran ini menekankan rasa tanggung jawab, kepercayaan, dan ketekunan mengelola apa yang Tuhan percayakan. Setiap pengikut Kristus harus mempersiapkan laporannya kepada Tuhan pada hari kedatangan-Nya melalui pengelolaan kehidupan kita sebaik mungkin. Kita juga harus berjaga-jaga karena Tuhan akan datang sewaktu-waktu–persis seperti pelayan menunggu tuannya datang, bahkan saat tengah malam (Lukas 12:36-37).

Hal lain yang juga penting adalah kebaikan sang tuan yang luar biasa. Dalam perumpamaan tentang talenta (Matius 25), dua orang hamba yang mengelola talenta mereka dengan baik diundang, “Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21) Tuan ini mengundang sang hamba untuk masuk dalam rumahnya dan ikut berpesta di mejanya. Ia menerima mereka sebagai keluarga dan memperlakukan hamba sebagai tamu kehormatan! Dalam perumpamaan tentang uang mina (Lukas 19:11-27), salah satu hamba berhasil mengelola mina tuannya hingga menjadi sepuluh kali lipat nilainya semula, dan sebagai imbalannya, sang tuan memberinya kekuasaan atas sepuluh kota! Upah yang diberikan Tuhan kepada mereka yang setia kepada-Nya sangat, sangat besar; tidak terbayangkan, tidak proporsional dengan hasil kerja mereka, melainkan jauh melebihi yang bisa mereka pikirkan. Karena itu, hamba-hamba Tuhan menanti-nantikan kedatangan-Nya! Mereka yang setia menunggu Tuhan memuji mereka, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik dan setia,” dan mengupah mereka dengan limpahnya.

4. Seorang mempelai pria menemui kekasihnya, yaitu sang mempelai wanita

Metafora terakhir yang menjelaskan tentang kedatangan Tuhan Yesus adalah suatu gambaran yang sangat personal, bahkan romantis. Yesus disebut sebagai mempelai pria, sedangkan umat-Nya adalah mempelai wanita. Tentu saja antara keduanya ada kasih dan ikatan khusus.

Biasanya, seorang mempelai pria akan mengurus segala hal yang diperlukan untuk acara pernikahannya (uang mahar, persiapan pesta, dsb) sebelum ia menjemput isterinya. Persiapan ini bisa memakan waktu lama, maka ada kisah seperti perumpamaan sepuluh anak dara (Matius 25), dan kapan pun semua urusan sudah selesai, bahkan saat tengah malam sekalipun, mempelai pria akan menjemput mempelai wanitanya, membawanya ke rumah mempelai pria, untuk berpesta dan tinggal di sana setelah menikah.

Baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, sering sekali dikatakan bahwa Allah mengasihi umat-Nya. Begitu besar kasih-Nya, sehingga Ia menebus mereka dengan darah Yesus yang begitu mahal. Allah menghendaki hubungan yang intim dengan umat-Nya, seperti suami dengan isteri.

Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN. –Hosea 2:18-19

Dalam Perjanjian Baru, yang disebut sebagai mempelai wanita Kristus adalah orang-orang dari segala suku bangsa dan bahasa yang percaya kepada Dia dan ditebus dengan darah-Nya. Orang-orang ini menunggu dengan antusias hari kedatangan Tuhan, sang Mempelai Pria, yang akan menjemput mereka dan membawa mereka tinggal bersama Dia.

Setiap wanita yang sudah menikah mengerti bagaimana rasanya, ketika pesta pernikahan selesai, dan ia berdua saja dengan pria yang ia kasihi, memadu kasih setelah menunggu lama untuk saling memiliki. Itulah kerinduan yang Tuhan miliki terhadap gereja-Nya, dan itulah kerinduan gereja Tuhan terhadap Dia yang empunya gereja.

Apa yang kita lakukan menjelang kedatangan Sang Memperlai Pria kita itu? Sebagai warga Kerajaan Allah, kita harus setia menantikan kedatangan Raja kita dan berpegang pada identitas kita, sekalipun di tengah dunia yang menindas umat Allah. Sebagai hamba-hamba Tuhan, kita mengelola semua kepercayaan yang Tuhan berikan sebaik mungkin, siapa tahu hari ini Dia datang dan kita menerima upah kita. Sebagai mempelai wanita Kristus, kita harus menjaga diri di dalam kekudusan, agar kita layak menyambut Dia saat kedatangan-Nya. Hari itu adalah hari yang mulia, ketika akhirnya apa yang selama ini kita harapkan menjadi kenyataan, dan Tuhan yang kita sembah akan kita lihat dengan mata kita. Maranatha!

Previous
Previous

Out of Love for You!

Next
Next

Menjadi Teladan Bagi Orang Percaya