Melatih Iman melalui “Diamnya” Tuhan

by Aprilianna Gea

Ketika tim Majalah Pearl sedang mendiskusikan tema-tema artikel untuk tahun 2023 ini, aku memilih menulis topik “mengapa Tuhan seolah-olah diam dalam penderitaan?”. Mengapa? Karena aku memiliki pengalaman pribadi berkaitan dengan topik ini. Tentunya setiap orang pernah mengalaminya, bahkan sering meminta atau mengajukan permohonan kepada Tuhan. Mungkin kita juga pernah merasa bahwa Tuhan sedang mendiamkan kita, dan kali ini aku mau menceritakannya

Aku mengalami sakit yang aneh sejak tahun 2012 dan itu masih berlangsung hingga akhir 2022. Bertahun-tahun aku meminta, bahkan berteriak minta tolong sama Tuhan agar dibebaskan dari “penyakit” ini. Psikiaterku mengatakan bahwa aku mengalami depresi berat. Namun, entah bagaimana, aku merasa ada sesuatu yang aneh dan tidak bisa dijelaskan secara ilmiah telah terjadi selama bertahun-tahun pada diriku. Secara emosional, aku menyimpulkan bahwa Tuhan jauh dan diam terhadap penderitaanku. Rasanya Dia tidak ada. Lalu, apakah Tuhan benar-benar diam atau dia sedang melatih kepekaan kita terhadap kehadiran-Nya dalam situasi sulit yang kita alami? Nah, Pearlians, mari sama-sama belajar menemukan Pribadi Tuhan, serta apa yang sebenarnya dikehendaki-Nya, melalui topik ini!

Penderitaan adalah suatu hal yang umum dialami oleh manusia. Boleh dikatakan bahwa semua manusia di dunia pasti pernah mengalami penderitaan, dalam bentuk dan kadar tertentu. Demikian juga dengan tokoh-tokoh dalam Alkitab, mereka pun mengalami penderitaan dalam hidup mereka. Bukan hanya tokoh Alkitab yang jahat, tetapi juga para tokoh Alkitab yang saleh. Memang benar bahwa penderitaan terjadi karena berbagai alasan, bukan hanya diakibatkan oleh dosa atau kesalahan orang yang mengalami penderitaan. Itulah sebabnya orang benar juga mengalami penderitaan, termasuk para tokoh Alkitab yang saleh. Tuhan menghendaki kita, umat-Nya, untuk bertekun dalam penderitaan. Yah, ada kalanya kita merasa menderita karena mengambil keputusan “bodoh”, tetapi hei! siapa yang tahu bahwa keputusan yang “salah” itu bisa Tuhan pakai untuk mengajari sesuatu kepada kita?

Alkitab menceritakan banyak tokoh di dalam Kitab Suci yang mengalami penderitaan dalam hidup mereka dan tidak pernah menyerah, bahkan tetap mengasihi Tuhan hingga akhir hayat. Mereka semua mampu bertekun dalam penderitaan mereka dan tampil sebagai pemenang serta menjadi teladan ketekunan bagi umat Tuhan di segala tempat dan zaman. Para tokoh Alkitab yang bertekun dalam penderitaan ini terutama adalah tokoh-tokoh Alkitab yang besar dan paling berpengaruh. Mereka terdiri dari orang-orang yang saleh di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, baik laki-laki maupun perempuan.

Siapa sajakah mereka? Kita pasti mengenal para tokoh ini karena nama mereka akrab di telinga kita. Ayub, Yakub, Yusuf, Musa, Naomi, Daud, Elia, Yeremia, Paulus, serta Tuhan Yesus sendiri adalah tokoh-tokoh Alkitab yang sudah mengalami banyak penderitaan dalam hidup. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas penderitaan tiga tokoh saja, yaitu Ayub, Rasul Paulus dan Tuhan Yesus.

1. AYUB

Ayub adalah seorang yang benar dan saleh di hadapan Allah. Selain itu, Ayub orang yang kaya. Namun, Allah mengizinkan Iblis untuk mencobai Ayub dengan penderitaan yang sangat berat: harta kekayaannya lenyap seketika, kematian anak-anaknya secara mendadak, dan penyakit kulit yang dideritanya (Ayub 1-2). Awalnya, para sahabat Ayub yang datang ikut berduka atas kemalangannya, tetapi dalam pasal-pasal berikutnya, kita melihat bahwa mereka menyalahkan Ayub karena berpikir bahwa Ayub menderita atas dosa-dosanya. Jadi, hidup Ayub dihancurkan dalam segala hal: keluarga, keuangan, kesehatan dan persahabatan. Namun, Ayub tidak mempersalahkan Tuhan atas segala penderitaan yang dialaminya.

Oke, meskipun sempat ragu, iman Ayub tetap kokoh dalam Tuhan. Ayub tetap bertekun dalam menghadapi penderitaannya—bahkan merendahkan dirinya untuk mengakui kata-katanya yang keliru tentang Tuhan (Ayub 42:1-6). Pada akhirnya, Ayub dipulihkan oleh Tuhan setelah ia selesai menjalani penderitaannya yang diizinkan Tuhan terjadi atas dirinya (Ayub 42:7-17). Ayub adalah teladan yang baik dalam hal ketekunan menghadapi penderitaan karena walaupun bergumul hebat, Ayub menyadari bahwa Tuhanlah yang berdaulat atas segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Itulah sebabnya, Rasul Yakobus meminta jemaat Kristen untuk meneladani ketekunan Ayub dalam menghadapi penderitaan (Yakobus 5:11).

2. PAULUS

Rasul Paulus adalah tokoh besar Perjanjian Baru. Ia memberitakan Injil ke banyak bangsa dan mendirikan gereja dimana-mana. Oleh karena itu, ia kerap menghadapi berbagai penderitaan hidup. Sejak bertobat menjadi Kristen dan aktif memberitakan Injil, Paulus telah mendapatkan ancaman pembunuhan, seperti yang terjadi di Damsyik dan Yerusalem (Kisah Para Rasul 9:1-10). Dalam berbagai suratnya kepada jemaat Tuhan, Paulus kerap menceritakan berbagai penderitaan hidup yang dialaminya karena mengikut Tuhan Yesus. Bahkan Paulus membuat sejumlah “daftar penderitaan” yang pernah dialaminya.

Paulus menulis tentang keadaannya yang lapar, haus, telanjang, dipukul, hidup mengembara dan melakukan pekerjaan tangan yang berat (1 Korintus 4:11-12). Dalam segala hal Paulus ditindas, kehabisan akal, dianiaya dan dihempaskan (1 Korintus 4:8-9). Ia lima kali disesah oleh orang Yahudi, sekali dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam terkatung-katung di tengah laut (2 Korintus 11:23-28). Paulus berkata bahwa beban yang ditanggungkan kepadanya begitu berat, seperti orang yang dijatuhi hukuman mati, sehingga membuatnya sempat putus asa dalam hidup ini (2 Korintus 1:8-9). Walaupun demikian, Paulus tetap tabah dan bertekun dalam segala penderitaan yang dialaminya dan setia melayani Tuhan Yesus hingga akhir hidupnya. Setidaknya ada pegangan hidup yang tergambar dalam dua ayat ini:

“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. … Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia (Kristus) yang memberi kekuatan padaku.” —Filipi 4:7, 13

“namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” —Galatia 2:20

Tuhan tidak pernah menjanjikan bahwa kehidupan para murid-Nya bebas dari penderitaan—bagaimana pun, kita masih hidup di dalam dunia yang berdosa. Namun, Tuhan menjanjikan penyertaan-Nya yang bisa kita alami melalui damai sejahtera. Tentunya ini tidak lepas dari hubungan pribadi kita dengan Tuhan, karena kita tidak akan bisa memiliki keyakinan yang teguh di dalam Tuhan kalau tidak memiliki hubungan pribadi bersama-Nya.

3. TUHAN YESUS

Tuhan Yesus rela turun dari singgasana-Nya di surga dan datang ke bumi dengan cara bereinkarnasi, mengambil rupa seorang manusia dan tinggal di antara manusia (Yohanes 1:1, 14). Sejak kelahiran-Nya, Yesus telah “mencicipi” penderitaan orang Yahudi yang hidup dalam penjajahan bangsa Romawi, sehingga mereka punya ekspektasi bahwa akan ada sosok yang membebaskan mereka dari para penjajah. Namun, kehadiran Yesus jauh lebih dari membebaskan mereka—dan semua orang—dari penjajahan bangsa-bangsa lain, melainkan menebus mereka dari cengkraman dosa. Sayangnya, inilah yang dianggap orang Yahudi sebagai misleading: mereka mengira Yesus adalah sosok pembebas dari bangsa Romawi, tetapi tidaklah demikian kenyataannya. Tidak heran jika orang Yahudi yang awalnya mengelu-elukan Yesus berbalik menyalibkan-Nya. Bahkan penderitaan Tuhan Yesus sudah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya 700 tahun sebelumnya (Yesaya 52:13-53:12). Artinya, pengurbanan Yesus—sang Anak Allah dan “hamba Tuhan yang menderita” —inilah satu-satunya cara untuk menebus manusia dari dosa dan maut.

Yesus Kristus adalah manusia paling menderita dari antara manusia yang pernah hidup di dunia ini; hukuman salib yang sebenarnya tidak pantas diberikan pada-Nya sudah cukup menjadi bukti. Dia yang tidak berdosa justru menanggung dosa dunia—termasuk aku dan Pearlians—agar kita mengalami pemulihan relasi dengan Allah Bapa. Walaupun terlintas di benak-Nya untuk tidak menempuh jalan salib, Yesus tetap berkata, “Biarlah kehendak-Mu, ya, Bapa, yang jadi.” (Matius 26:39). Yesus Kristus menghadapi segala penderitaan-Nya dengan bertekun, taat dan tabah (Filipi 2:8; Ibrani 5:8). Alkitab berkata bahwa ketekunan Tuhan Yesus dalam menghadapi semua penderitaan-Nya di dunia adalah teladan yang harus diikuti oleh orang Kristen dalam menghadapi penderitaan mereka (Ibrani 12:1-4; 1 Petrus 2:18-23).

Setelah mengupas kisah tiga tokoh di atas, kita tentu akan bergumam dan berkata, “Ternyata penderitaanku belum ada apa-apanya, ya. Penderitaan tidak membuat mereka menuduh dan menyalahkan Tuhan. Mereka tetap setia sampai akhir.” Saat merenungkan mereka yang telah menderita tapi tetap mengasihi Tuhan sepenuh hati, aku merasa ditegur, betapa selama ini aku telah berburuk sangka pada Tuhan. Apakah kisah penderitaan yang dialami oleh Ayub, Rasul Paulus, bahkan Tuhan Yesus sendiri adalah tanda “Tuhan tidak ada atau diam”? Tentu itu adalah pemikiran yang keliru. Kita tentu tahu bahwa Allah Mahahadir (Omnipresence), yang artinya Allah hadir di setiap waktu dan tempat. Meskipun Allah hadir di setiap waktu dan tempat, Allah tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Di dalam Mazmur 139:7-10, kita tahu tidak ada tempat di mana Tuhan tidak ada; tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Tuhan bukan hanya ada di mana-mana, tetapi Dia pun menjaga kita.

Kita tentu masih ingat kisah Lazarus (Yohanes 11:1-44). Ketika Yesus hidup di dunia, irama langkah-Nya yang terkesan lambat kadang-kadang membuat sahabat-sahabat-Nya kecewa. Dalam Yohanes 11, Maria dan Marta mengirim kabar bahwa saudara mereka, Lazarus, sedang sakit. Mereka tahu Yesus sanggup menolong. Namun, Dia baru datang empat hari setelah Lazarus meninggal. “Tuhan,” kata Marta kepada Yesus, “sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati” (ayat 21). Dengan kata lain: Tuhan Yesus kurang cepat datang. Bisakah teman-teman merasakan kegemasan Marta? Aku bisa. Terkadang, aku juga berharap Yesus lebih cepat menjawab doa-doaku. Adakalanya Dia seakan terlambat. Akan tetapi, waktu Yesus berbeda dengan waktu kita. Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” (ayat 4). Allah mempunyai rencana yang lebih besar: membangkitkan Lazarus dari kematian. Dia berdaulat penuh untuk mengerjakan karya keselamatan sesuai waktu yang dikehendaki-Nya, bukan waktu kita. Hasil akhirnya pun akan menyatakan kebaikan yang lebih besar dan kemuliaan-Nya yang lebih dahsyat daripada rencana kita.

Dengan jujur kita bisa mengakui bahwa terkadang kita tidak sabar. Kita mau Tuhan mengikuti waktu kita. Padahal Dia ingin kita bergerak seirama dengan-Nya, mempercayai waktu-Nya yang sempurna dan mengimani kebaikan-Nya. Lalu, untuk kesekian kalinya: “Apakah Tuhan tidak ada, rasanya jauh dan diam?” Dengan tegas kita bisa berkata: “Tuhan ada dan dia tidak jauh, juga tidak diam. Dia Mahahadir dan mengetahui semua yang terjadi dalam hidup kita. Pribadi-Nya yang indah memperhatikan air mata dan penderitaan kita. Dia ingin kita peka dan menemukan-Nya dalam kesesakan.”

Melalui topik ini, kita bisa sama-sama belajar bahwa adakalanya Allah terkesan diam, tapi bukan berarti Dia tidak bekerja. Dia berperan dalam diri kita. Dalam beberapa momen kita diizinkan takut dan susah pada awalnya, tapi dibuat kuat dan bahagia pada akhirnya. Surat Paulus kepada jemaat di Roma ini sungguh-sungguh bisa kita resapi dan memberikan penguatan “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28). Kita belajar untuk lebih bersabar, menerima segala keadaan dan menjalaninya dengan tekun. Dalam setiap kelemahan dan kesulitan, kita yakin ada hal baik yang tumbuh dalam diri kita, serta ada banyak hal baik yang ingin Tuhan ajarkan kepada kita.

Previous
Previous

Ketika Saya Jatuh Cinta dengan Orang Lain

Next
Next

Hidup Sehat dengan Benar