Sin in Rewind

by Jessica Ananta

“Jangan kamu menjadi payah dalam hal pertobatan!”

Well, kalimat ini sangat keras. Di sisi lain, statement di atas terasa sangat mustahil. Iya, pastinya impossible jika kita tidak pernah berupaya putus hubungan dengan dosa. Setiap manusia dilahirkan dalam keberdosaan. Meskipun demikian, menjadi tetap berdosa dan kecenderungan mengulang dosa adalah sebuah pilihan dan keputusan.

Banyak orang enggan membahas dosa karena berpikir bahwa  lepas dari dosa identik dengan kesempurnaan. Padahal sejatinya, tujuan pertobatan adalah untuk  menjadi pribadi yang  utuh. Bukankah kita sepakat bahwa menjadi sempurna itu sungguh melelahkan?

Pertanyaan berikutnya adalah… jika dosa adalah sesuatu yang bersifat merugikan dan mematikan, mengapa begitu susah untuk lepas darinya? Bahkan jika sudah mampu melepaskan diri, tidak ada jaminan untuk memiliki kekuatan kebal dosa. Jawabannya singkat: karena dosa memiliki kekuatan luar biasa. Setidaknya ada dua kekuatan utama yang dimiliki dosa:

1. DOSA BERSIFAT MENGIKAT

Di mana hati kita terikat, di sanalah ada banyak celah untuk terus bergumul pada dosa yang sama. Bukan sulap bukan sihir. Sesuatu yang memikat itu bisa mengikat dan berubah wujud menjadi berhala. Ketika sesuatu yang esensi tergantikan dengan hal yang kurang penting, di sanalah dosa bisa bertumbuh subur. Kekuatan yang bersifat mengikat itu membuat kita tidak mau pulih dan dibebaskan dari dosa.

2. INTIMIDASI YANG MEMBUAHKAN PERASAAN TIDAK LAYAK TERHADAP PEMULIHAN

Ketika kita memiliki keinginan untuk berbalik serta bertobat, selalu saja ada upaya dari si jahat untuk menggagalkan niat tersebut. Salah satu cara terhebat yang bisa Iblis lakukan adalah dengan mengintimidasi kita.

“Percuma kamu bertobat. Kamu sudah terlalu kotor, sangat tidak layak mendapatkan ampunan.”

Ketika hati kita terus mendengarkan intimidasi tersebut dan memilih memercayainya, pertobatan akan terasa semakin jauh—bahkan mustahil untuk dicapai. Akhirnya, kita memilih untuk terus berkubang di lubang yang sama, karena telanjur merasa tidak layak untuk dipulihkan.

Oke, jika sedahsyat itu kekuatan dosa, masihkah ada cara untuk bertobat? Kabar baiknya adalah Tuhan membuat skenario tandingan yang luar biasa, bahkan tidak terkalahkan oleh cerita-cerita superhero yang menyelamatkan manusia dari ancaman musuh. Cerita kasih-Nya termuat dalam dwilogi istimewa, yaitu:

UNDANGAN KAIN LAMPIN

Kelahiran-Nya menjadi babak opening yang luar biasa. Natal yang baru saja kita rayakan adalah momentum yang mengingatkan adanya jaminan kekal dalam diri Imanuel, yang artinya “Allah beserta kita”. Bukankah hanya itu yang kita butuhkan? Menjalani proses pertobatan bersama dengan penyertaan Tuhan adalah sesuatu yang lebih dari cukup. Melalui undangan dari Bayi Kudus yang terbungkus kain lampin, kita diajak untuk percaya bahwa masih ada harapan untuk terbebas dari dosa, karena Ia mau lahir bagi kita semua.

UNDANGAN KAYU SALIB

Peristiwa keselamatan tidak akan lengkap saat Sang Bayi tadi—di kemudian hari—rela menyerahkan nyawa-Nya bagi kita yang berdosa. Itulah sebabnya Natal dan Paskah menjadi dua hari raya gerejawi yang menonjol sepanjang tahun. Bukankah pada peristiwa Paskah, keselamatan yang sempurna telah tergelar nyata? Melalui undangan Kalvari yang dieksekusi dengan baik oleh Allah Tritunggal (Allah Bapa yang merancangkan karya keselamatan, Allah Anak yang mengeksekusinya, dan Allah Roh Kudus yang memampukan kita untuk percaya kepada-Nya), kita diajak untuk memercayai kasih murni yang diberikan Tuhan. Penghakiman kekal sudah selesai karena Yesus telah menuntaskannya bagi kita. Bahkan lebih dari itu, kita ditawarkan untuk mengakui, menyesali, dan bertobat. Kemudian kita memutuskan untuk meninggalkan segala dosa di masa lalu dan tidak mengulanginya lagi.

Lalu, bagaimana jika dosa masih mengejar kita?

Hanya ada satu hal yang bisa kita lakukan: Berlarilah sejauh mungkin, agar kita tidak tertelan oleh kekuatan dosa. Jika kita masih ingin menjajal kekuatan kita yang terbatas untuk melawan dosa, apakah ada jaminan untuk memenangkannya? Kecil sekali kemungkinan untuk menang jika kita tidak menggantungkan diri pada belas kasih dan kebenaran firman Tuhan. Sadar dan berjagalah dengan belajar mengerti apa keinginan Tuhan bagi hidup kita. Dalam suratnya kepada jemaat Kristen abad pertama—yang sedang dalam penganiayaan karena iman kepada Kristus—pun Petrus mengingatkan:

“Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. Ialah yang empunya kuasa sampai selama-lamanya! Amin.” —1 Petrus 5:8-11

Allah tidak membiarkan kita berjuang seorang diri untuk melawan dosa, tetapi Dia juga beserta dengan kita. Melalui inkarnasi-Nya dalam diri Yesus Kristus, Dia memahami kelemahan daging kita. “Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” (Ibrani 4:12). See? Dia bukanlah tuan yang hanya menyuruh kita melakukan apa yang tidak dapat dilakukannya, melainkan Tuhan yang mengerti dan mau berjuang bersama kita untuk melawan dosa. Tugas kita adalah tinggal di dalam Kristus dan menghasilkan buah-buah pertobatan, karena jika menempel kepada-Nya yang adalah Pokok Anggur yang benar itu, “kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5). Membaca Alkitab dan merenungkannya itu baik (bahkan harus), tetapi jika berhenti di sana dan tidak kita lakukan, maka semuanya hanya menjadi pemenuhan “kebutuhan” pikiran saja… sedangkan perubahan juga membutuhkan kesadaran, niat, dan perilaku baru yang dibiasakan. Sulit? Iya, tetapi tidak berarti tidak mungkin untuk dilakukan jika kita bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Healing takes time, so does about changing our lifestyle in holiness.

Bisa jadi pada satu titik, kita akan memahami bahwa betapa susahnya bisa bertobat tanpa belas kasih Tuhan. Jika kita sampai pada tahap tersebut, mintalah Tuhan mendidik dan menghajar kita sendiri. Kondisi dan sikap hati kita akan sampai pada sebuah titik balik, di mana ada rasa kapok. Seperti anak kecil yang belajar dari pengalaman pahit, kita akan memahami bahwa dosa hanya akan mendatangkan kebinasaan. Bukan berarti Tuhan tidak menyayangi kita, justru melalui pendisiplinan yang dilakukan-Nya, Dia sedang menunjukkan kasih-Nya seperti ayah kepada anak-anaknya, seperti yang dituliskan oleh penulis surat Ibrani:

“Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Tetapi jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. … Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk KEBAIKAN KITA, supaya kita BEROLEH BAGIAN DALAM KEKUDUSAN-NYA.—Ibrani 12:7-11

Masih selalu ada tangan Tuhan yang terbuka untuk menyambut kita. Kasih Tuhan terus tercurah tanpa penghakiman. Bahkan yang sudah merasa rusak parah pun dapat dibetulkan dengan penuh kasih sayang. Pertanyaannya adalah… maukah kita kembali datang pada-Nya? Selamat mengalami perjumpaan kembali dengan Tuhan. Selamat berjuang dan memenangkan pertandingan!

Previous
Previous

Ezer Kenegdo

Next
Next

When the Good Things Shattered