Tetap Berbuah
by Benita Vida
Yuhuu! Kita sudah ada di penghujung tahun 2021, nih! Ga terasa, ya, sebentar lagi kita akan merayakan Natal! Bagaimana kabar Pearlians? Biasanya di akhir-akhir tahun seperti ini, aku suka merenungkan kembali kehidupan yang sudah aku lewati selama hampir satu tahun, dan ternyata pada tahun ini pun Tuhan tetap luar biasa baik di dalam hidupku (dan pastinya di hidupmu juga, ya)!
Kali ini, aku mau share tentang salah satu tujuan keberadaan kita di dunia ini, alasan Tuhan memilih kita untuk menjadi anak-anak-Nya: menjadi saluran berkat. Hmm, mungkin Pearlians udah sering, ya, dengar tentang itu, tapi mari kita bahas sedikit lebih dalam lagi. Kita tahu berkat Tuhan itu mengandung banyak arti; banyak yang mengartikannya sebagai materi, tetapi ternyata ada pula kasih dan kebaikan yang tidak bisa tergantikan oleh apa pun di dunia ini. Mengapa? Karena dengan mengasihi dan berbuat baik pada orang, hidup kita menjadi lebih berarti—dan tentunya kita melakukannya dengan selalu memusatkan diri pada Tuhan sebagai sumber kekuatan kita.
Kasih dan kebaikan adalah buah Roh (Galatia 5:22-23). Artinya, ketika kita mengenal Tuhan dan hidup dalam kebenaran-Nya, buah kita juga harus terlihat. Buah adalah “hasil” dari suatu pohon dan buah harus dinikmati makhluk hidup di sekitarnya (termasuk manusia). Apa jadinya jika pohon berbuah tetapi buahnya tidak bisa mereka nikmati? Buah itu pasti akan jatuh ke tanah dan menjadi busuk, tapi pohon yang menghasilkan buah untuk dinikmati pasti akan berguna dan menjadi idaman mereka. Karena itu, jika kita berbuah, buah kita juga harus dinikmati dan dirasakan oleh orang lain supaya kita bisa tahu bahwa buah kita manis dan orang-orang dapat menikmati kasih dan kebaikan Tuhan melalui kita.
Nah, tapi terkadang kita kok lelah ya? Sudah mengasihi, sudah berbuat baik, bukannya mandapatkan balasan yang sama malah dijahati dan dianggap remeh. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa di zaman sekarang ini, ketika kita berbuat baik, kita akan dicurigai sedang memiliki “udang di balik bakwan” (eh, batu). Mungkin saja kita dilihat sedang mencari perhatian, atau karena ingin mendapatkan imbalan, atau alasan-alasan lainnya. Rasanya sulit sekali menemukan—maupun menjadi—orang yang benar-benar tulus berbuat baik, dan kadang-kadang ketika dianggap “ada maunya” dalam mengasihi dan berbuat baik, pasti kita mau berhenti melakukannya karena kita merasa tidak ada “balasan” yang setimpal. Namun, Bunda Teresa pernah berkata demikian:
“…If you are kind, people may accuse you of selfish, ulterior motives, be kind anyway….
The good you do today, people will often forget tomorrow. Do good anyway. Give the world the best you have, and it may never be enough. Give the world the best you've got anyway. You see, in the final analysis, it is between you and your God; It was never between you and them anyway.”
(“…Jika kamu baik dan orang menuduhmu egois atau memiliki motif tersembunyi, TETAPLAH BAIK… Sering kali di kemudian hari, orang lain melupakan kebaikan yang kamu lakukan hari ini. TETAPLAH BERBUAT BAIK. Berikan kepada dunia yang terbaik darimu, dan mungkin itu tidak akan pernah cukup. TETAPLAH MEMBERI YANG TERBAIK. Kamu akan lihat bahwa pada akhirnya, kebaikan adalah tentang dirimu dengan Tuhanmu, dan bukan antara kamu dengan mereka.”)
Nah, di sini kita memahami bahwa kasih dan kebaikan kita memang adalah buah yang seharusnya dinikmati orang lain. Pohon yang buahnya dinikmati oleh mahluk hidup sekitarnya tidak akan meminta balasan, bukan? Karena memang tujuan dari buah adalah dinikmati, begitu juga buah kita, ketika orang lain menikmatinya, tidak perlu ada balasan yang harus kita terima. Sulit? Iya, apalagi ketika kita sudah terbiasa untuk memiliki pola pikir untuk berbuat baik dan mengasihi mereka yang pasti akan bisa membalasnya (yang bahkan pola seperti ini bisa kita pelajari sejak kecil). Pertanyaannya, kok, Bunda Teresa bisa bilang seperti itu, ya? Kan, ga enak banget rasanya kalo dicurigai, dilupakan, dan dihakimi melulu. Rasanya pengen banget berhenti mengasihi dan berbuat baik dengan orang-orang yang tidak tahu berterima kasih itu. Nah, nah, sebentar dulu. Yuk, kita cek apa kata Firman Tuhan:
“Jawab Yesus kepadanya: "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.”
(Yohanes 4 : 13-14)
See? Buah berupa kasih dan kebaikan yang dinikmati oleh orang lain bukanlah karena hasil usaha kita, tetapi karena ada mata air di dalam diri kita yang terus terpancar dan membuat kita menghasilkan buah yang baik serta dapat dinikmati oleh orang lain. Jika kita merasa lelah karena mengasihi dan berbuat baik, artinya kita belum minum air yang Tuhan berikan. Namun, bagi kita yang sudah minum air yang Tuhan berikan maka, kita tidak akan haus tetapi malah berkelimpahan. Air yang dimaksud adalah pengenalan akan Tuhan yang dalam. Dengan mengenal pribadi-Nya, kita bisa mengerti bahwa hidup kita tidak pernah lepas dari kasih dan kebaikan Tuhan. Ketika kita menyadari bahwa kasih dan kebaikan Tuhan selalu melimpah dalam setiap momen kehidupan kita, maka kita tidak akan pernah merasa “rugi” untuk memberikan kasih dan kebaikan kepada orang lain. Mengapa? Karena kita menyadari secara nyata bahwa ada kasih dan kebaikan Tuhan yang selalu mengisi hidup kita dan memuaskan jiwa kita yang haus akan hal itu. Bagaimana pun respons orang lain terhadap perilaku kita, selama kita melakukannya berdasarkan ungkapan syukur atas hadirnya mata air yang melegakan itu, buah berupa kasih dan kebaikan kita tetap karena ada mata air kekal—yaitu Kristus sendiri—yang memancar dalam diri kita.
Pearlians, apa jadinya jika sebuah wadah telah terisi penuh tetapi terus diisi? Bukannya isinya akan meluap dan terbuang sia-sia? Begitu pula “wadah” hati kita; “wadah” hati kita tidak akan mampu menampung semua kasih dan kebaikan Tuhan yang melimpah. Karena itu, agar kasih dan kebaikan Tuhan tidak terbuang siap-sia di kehidupan kita, mari kita mulai membagikannya ke “wadah” orang lain. Percayalah! “Wadah” kita akan selalu penuh dan buah kita dapat dinikmati dan menjadi berkat bagi orang lain.
Apapun yang menjadi respons dunia terhadap kasih dan kebaikanmu, tetaplah berbuah! Tetaplah MENGASIHI dan BERBUAT BAIK dan jadilah berkat dimanamu kamu ditempatkan. Selamat menjadi berkat!