Membangun Karakter, Kapasitas dan Kapabilitas Dalam Persekutuan
by Annette Ellen
Dua tahun lalu saya memulai sebuah usaha mandiri sebagai vendor kegiatan edukasi untuk anak dan orangtua. Langkah yang dimulai dengan keragu-raguan dan keterbatasan itu telah menjadi sesuatu yang disyukuri. Hingga saat ini saya masih terus belajar untuk membesarkan usaha ini dan menikmati setiap perkembangannya. Dari sekian banyak hal yang saya pelajari, pengatahuan tentang karakter, kapasitas dan kapabilitas adalah yang paling menarik.
Kapasitas bicara soal isi, bobot, posisi, kedudukan, pengalaman, dan kemampuan untuk menghasilkan dalam jumlah tertentu atau bertindak dalam konteks. Sisi yang lain dari kapasitas adalah daya tampung atau seberapa penuhnya. Sementara itu, kapabilitas adalah tentang kekuatan atau kemampuan memulai dan menyelesaikan tugas yang seringkali dikaitkan dengan kelengkapan fasilitas untuk mendukung tercapainya sesuatu. Yang terakhir, karakter adalah kualitas-kualitas teguh yang menegaskan arti manusia.
Ketika diminta untuk menuliskan satu bagian mengenai persekutuan orang kudus, saya terpikir akan karakter, kapasitas dan kapabilitas kita sebagai wanita-wanita tebusan Allah. Titik pentingnya adalah kesadaran bahwa kita sungguh berharga, begitu berharganya sehingga dibutuhkan hidup Seorang Kudus yang dikorbankan untuk menghidupkan kita dari kematian dosa.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil dan dikuduskan menjadi penerima dan pewaris kasih karunia yang memegang agenda-agenda Allah. Menerima keselamatan bukanlah titik perhentian. Berapa orang yang sudah selamat, setelah itu ya sudah, yang penting hidup baik-baik saja. Padahal, seharusnya kita paham bahwa Allah yang hidup dan terus berkarya bukan Allah yang berpuas diri dengan kita yang hidup sekedar baik-baik saja. Sudah selayaknya Ia menuntut peningkatkan signifikan dari karakter, kapasitas dan kapabilitas kita.
Bagi wanita Allah yang berperan sebagai istri dan ibu, tidak ada satupun yang ringan dalam kedua peran itu. Oh, cuma ibu rumah tangga. Ah, istri kan memang hanya begitu-begitu saja. Pandangan itu sama sekali salah. Baik istri dan ibu menjalankan peran sebagai penyokong, pendukung, pembersih, penyemangat, penyembuh, pendamai, pendoa, pemberi inspirasi, pengampun, pembaharu, penghibur dan banyak lagi. Untuk menjalankan perannya, baik istri maupun ibu membutuhkan ‘persekutuan orang kudus’ untuk membangun karakter-kapasitas-kapabilitas mereka.
Tadinya saya berpikir, hanya saya dan Allah saja, itu sudah cukup. Tapi ternyata, Allah sejak awal memang merancang pembangunan kerajaan Allah di dunia ini melalui kerjasama jangka panjang antara para pendosa yang sudah beralih gelar menjadi orang-orang kudus. Kita sudah dikuduskan, domba yang dipisahkan dari para kambing, tetapi kita butuh orang kudus lainnya agar bersama-sama kita saling menajamkan dan mengasah, karena:
Tumpukan tanggungjawab sebagai istri (pendamping) dan ibu (pemelihara kehidupan) ini adalah kuk yang menekan jika dijalani sendirian namun kuk yang enak untuk dipikul jika dialami bersama (Pengkhotbah 4:9, Amsal 27:17)
Roh Kudus dianugerahkan kepada kita untuk menjadi api yang menyulut dan merambat, memelihara orang percaya dalam semangat yang sama, bertumbuh semakin sempurna dalam terang ilahi. Allah ingin kita dibangun seperti jemaat mula-mula yang bersekutu dalam doa dan rutin memecahkan roti bersama (Kisah Para Rasul 2:42)
Alkitab memerintahkan para perempuan yang lebih tua dan lebih dewasa dalam iman untuk membina mereka yang lebih muda dan belum berpengalaman (Titus 2:3-5). Belajar dan mengajar dalam persekutuan menjadi jalan yang dipakai Allah untuk menguatkan iman dan menyegarkan pengetahuan. Air yang segar adalah air yang mengalir, diisi untuk dicurahkan kembali sehingga kita selalu mendapat air baru yang murni dan memberkati sesama orang kudus. Semua murid dan semua guru, menjadi murid dari mentor wanita yang berpengalaman dan ketika sudah siap, kembali mentoring wanita yang lebih muda, inilah pertumbuhan yang indah. Setiap hati yang mau diajar berkesempatan untuk mengalami ini dalam sebuah persekutuan yang sehat.
Menulis topik ini mengingatkan saya pada indahnya persekutuan mahasiswa dimana saya banyak diperlengkapi, disokong, dikoreksi dan dituntun untuk sekuat tenaga bertumbuh dan melayani Allah. Melayani dalam ibadah persekutuan, tekun menerima pengajaran lewat berbagai pelatihan dan menggali firman dalam kelompok tumbuh bersama melahirkan pertumbuhan rohani yang berpengaruh besar untuk saya disaat ini, seperti tulisan Paulus dibawah ini:
(11) Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, (13) sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (14) sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, (15) tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. (16) Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, — yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
(Efesus 4:11-16)
Allah meminta kita untuk bertumbuh dalam komunitas atau persekutuan orang percaya sebagaimana Paulus menjabarkannya:
1. Melalui persekutuan itu anggotanya mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah
Artinya kita semakin mengenal siapa Allah yang telah merencanakan keselamatan kita sejak semula. Jika sebelumnya kita banyak mempertanyakan kehendak-Nya, maka dalam pengetahuan yang benar kita dapat menghormati kedaulatan-Nya yang penuh dan mentaati perintah-Nya.
2. Lewat kegiatan di dalamnya, anggota persekutuan memperoleh kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.
Sehari demi sehari, pengajaran firman yang benar dalam persekutuan akan mengikis kehidupan lama kita, dan menggantinya dengan karakter Kristus.
3. Mereka yang terlibat didalamnya tumbuh menjadi orang percaya yang teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih.
Berinteraksi dengan semangat oikumene adalah cara terbaik untuk hidup bersama dengan rukun. Ketika fokus kita adalah bertumbuh dalam firman dan memupuk persahabatan, perdebatan tentang dogma menjadi tidak penting karena kita lebih tertarik untuk membangun jembatan daripada mendirikan tembok pemisah. Dasar iman yang teguh tidak hanya membuat kita tidak lagi terombang ambing, namun juga mendorong kita untuk tetap hangat dan merangkul, tidak menghakimi satu sama lain, mengingatkan dengan tulus, dan menjadi rekan doa yang gigih.
4. Seluruh aktivitas diarahkan untuk kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus sehingga tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
Persekutuan bukanlah tempat dimana kita diajak duduk diam dalam zona nyaman dan merasa baik-baik saja. Bukan pula kegiatan dimana kita bertemu dengan mereka yang selalu menyukai kita, tidak pernah mau membukakan kelemahan-kelemahan kita, bahkan menjadi ajang tampil, kompetisi, persaingan, saling menjatuhkan dan mendirikan berbagai kubu. Jika sebuah persekutuan tidak semakin menajamkan kekristenanmu, bukannya meneguhkan militansimu akan Firman dan keselamatan, menjadikanmu berlimpah akan kasih persahabatan, maka tinggalkanlah itu.
***
Tidak ada area dalam kehidupan seorang wanita yang sepele dalam pemandangan Allah. Seluruh aspek hidup adalah persembahan kepada Bapa dan Ia menghendaki pertumbuhan bahkan dalam setiap hal kecil yang kelihatannya sepele. Bagaimana kita berbicara, bahasa tubuh kita, gaya pengasuhan, apa yang kita baca-tonton-dengar, pola pikir kita, pilihan politik, interaksi di sosial media, cara kita berpakaian dan menghias diri, gaya hidup kita; dimana kita bergaul dan menghabiskan waktu, pola sosial dan pergaulan kita, manajemen emosi, cara kita mengatur rumah; mengelola rumah tangga, manajemen keuangan, memasak, membersihkan rumah, mendidik anak-anak, etika bisnis, siapa panutan/teladan hidup kita, bagaimana kita menghormati orangtua dan mertua, juga mereka yang lebih tua dan banyak lagi segi kehidupan yang wajib kita teliti kesesuaiannya dengan Firman Allah.
Persekutuan menolong kita menjadi maksimal dalam menjalankan peran kita sebagai istri dan ibu, sebagai wanita yang sudah ditebus entah dalam rumah tangga, pekerjaan, bisnis, pergaulan, dan masyarakat, sehingga kita sanggup melakukan berbagai hal baik dan memikirkan semua yang mulia bergerak semakin besar dan kuat. Persekutuan yang sehat dan baik tidak akan merenggut kita dari hubungan pribadi dengan Allah, namun memperlengkapi kita untuk berdiri teguh diatas firman dan semakin haus akan relasi pribadi dengan-Nya.