Purity in Sexuality

by Nidya Mawar

Setiap kali saya melihat pantai, saya teringat ucapan orang tua saya saat kami sedang bermain di pantai. Ayah saya selalu mengingatkan, “Mainnya jangan lewat batas tali ini ya,” sambil menunjuk pada tali pembatas yang terbentang lebar.

“Kalau lewat tali itu berbahaya, nanti bisa tenggelam,” ayah saya melanjutkan ucapannya.

Tentu saja tali pembatas di pantai bukanlah satu-satunya batasan dalam keseharian kita. Namun sayangnya, tidak semua batasan tersebut jelas memisahkan mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh. Salah satu yang banyak mencari pertanyaan anak-anak muda yang sedang menjalin cerita cinta adalah apa batasan sentuhan fisik dalam berpacaran. Gandengankah, rangkulankah, pelukankah, kecupankah, atau sampai di mana kah sebuah batas yang jelas? Di dalam dunia ini, rasanya seolah-olah tidak ada satu batasan yang jelas tentang “how far is too far” untuk relasi pacaran. Namun, Tuhan memberikan satu standar yang tinggi soal seksualitas bagi kita, anak-anak-Nya. Apakah standar itu, bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan berpacaran, dan mengapa hal itu penting untuk kita ikuti?

Pearlians, mari kita kembali ke awal dari segala sesuatu, yaitu penciptaan. Pada awalnya, Tuhan menciptakan seksualitas dan hal itu baik di mata-Nya. Tuhan sendiri yang memberkati Adam dan Hawa dengan sebuah perintah “beranak cuculah dan bertambah banyak.” Pemberkatan ini dilakukan dalam institusi terkecil, yaitu keluarga. Bahkan kalau kita baca lebih lanjut seperti di kitab Keluaran hingga Ulangan (misalnya Ulangan 22:13-21), kita bisa menemukan bahwa Tuhan sangat menghargai seksualitas yang kudus—yang hanya bisa dilakukan di dalam pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Mengapa? Karena seksualitas di dalam pernikahan adalah bayang-bayang dari intimnya relasi antara manusia dan Tuhan (contohnya saja di Kidung Agung). Tidaklah tepat kalau kita mengganggap seksualitas sebagai sesuatu yang kotor dan menjijikan karena pada awalnya seksualitas adalah sesuatu yang indah yang Tuhan ciptakan.

Sayangnya, dosa membuat seksualitas melenceng dari apa yang Tuhan tetapkan, yaitu antara satu pria dan satu wanita yang terikat dalam pernikahan kudus. Hal ini ditulis dengan jelas dalam Kejadian 1:27-28a:

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:”Beranakcuculah dan bertambah banyak;

Ayat ini juga menegaskan bahwa tidak ada kompromi di luar itu. Aktivitas seksual di luar pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan tidaklah berkenan kepada Allah. Inilah standar yang Tuhan sudah tetapkan dari sejak awal. Sebuah standar yang Tuhan buat bukan hanya soal aktivitas fisik, tetapi lebih dari itu yaitu tentang motivasi hati dan pikiran kita. Apakah sekedar menggandeng tangan pacar kita menyebabkan kehidupan pacaran kita menjadi tidak kudus? Iya, apabila dibalik tangan yang menggandeng itu  ada pikiran dan motivasi yang tidak semestinya. Bisakah kita memeluk kekasih kita tanpa berdosa? Tentu saja bisa kalau motivasi kita betul-betul sebagai pengungkapan rasa sayang.

Namun, harus disadari bahwa Si jahat terus mengintip—bahkan dalam relasi yang dianggap “goals” oleh sesama orang percaya. Si jahat terus berkeliling mencari waktu yang tepat untuk menyusup dalam pikiran kita. Oleh karena itu, jangan berikan kesempatan baginya untuk merusak hubungan pacaran kita.

Si jahat bisa saja masuk lewat pertanyaan-pertanyaan seperti ini:

“Masa gitu aja ga mau, sih?”

“Katanya kamu sayang?”

“Aku sayang sama kamu, makanya aku mau nunjukin rasa sayangku ke kamu lewat hubungan badan.”

Si jahat membiaskan definisi rasa sayang yang sebenarnya demi kepuasan birahi yang sementara. Padahal Rasul Paulus mengatakan bahwa kasih tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri (1 Korintus 13:5a). Dengan kata lain, seorang yang mengasihi pasangannya tidak akan melakukan sesuatu yang memalukan dan mencari keuntungan diri sendiri seperti melakukan aktivitas seksual di luar standar Tuhan. Kebalikan dari hal itu adalah seorang yang benar-benar mengasihi pasangannya akan menjaga kekudusan dirinya sendiri dan pasangannya.

Mungkin Pearlians bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya kita mengikuti standar yang Tuhan berikan? Apakah hamil di luar nikah dan penyakit kelamin menjadi alasan utama?” Kedua hal tersebut merupakan hal yang perlu dihindari, tetapi ada hal lain yang lebih penting. Menjaga kekudusan dalam masa pacaran akan membentuk perilaku seksual seseorang dalam pernikahan. Seseorang yang suka bermain-main dengan dosa seksual semasa pacaran, hampir bisa dipastikan juga akan bermain-main dengan dosa seksual setelah menikah. Berapa banyak pasangan yang bercerai karena perselingkuhan atau aktivitas seksual yang tidak semestinya? Sama seperti peringatan ayah saya untuk tidak berenang di luar tali pembatas pantai adalah untuk keselamatan saya, standar ini Tuhan berikan untuk kebaikan anak-anak-Nya. Menaati Tuhan dengan melakukan apa yang benar akan menyelamatkan kita dari sebuah penyesalan seumur hidup.

Akhirnya kita bisa simpulkan bahwa ada satu batasan yang jelas yang sejak awal Tuhan sudah tetapkan bagi kita dalam hal membangun hubungan dalam berpacaran yang kudus. Namun, bukan berarti seksualitas adalah hal yang buruk. Seksualitas adalah sesuatu yang indah asalkan dilakukan di dalam batasan yang Tuhan sudah tetapkan, yaitu antara satu pria dan satu wanita dalam pernikahan. Dalam masa penjajakan atau pacaran, aktivitas seksual tidak menjadi tolak ukur rasa sayang. Sebaliknya, semakin seseorang mengasihi pasangannya, maka ia akan menjaga kekudusannya dan pasangannya. Menjaga kekudusan selama berpacaran pada akhirnya akan menolong kita memiliki kehidupan pernikahan yang kudus pula.

Namun, batasan fisik seperti apa yang bisa menolong kita untuk tidak tergoda masuk ke dalam jebakan si Iblis? Mari, kita simak cerpen dari Tabita yang membahas sisi lain dari batasan fisik di post selanjutnya!

Previous
Previous

Hai, “Rubah Kecil”, Keluarlah dari Pagar Kami: Sebuah Cerita Pendek

Next
Next

Purified For His Glory: Pearl’s 11th Anniversary