Dikuduskan oleh Firman
by Poppy Noviana
"Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.
(Imamat 19:2)
Siapa sih, di zaman ini yang bisa hidup kudus?
Sedikit kembali membahas masa lalu ya, Pearlians... Kalau zaman dulu, konsep kekudusan itu mempersembahkan korban bakaran dengan syarat dan ketentuan dari Tuhan, karena hukum Taurat berisi acuan hidup yang paling relevan kala itu. Lantas, bagaimana dengan kita yang ada di zaman sekarang?
Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.
(Ibrani 10:10, 14)
Segala kemuliaan bagi nama Tuhan, ya! Kita telah dikuduskan oleh kehendak-Nya yang mengasihi kita, sebab manusia tidak mampu menguduskan dirinya sendiri—tidak mungkin berhasil karena kita hidup di dunia dan kedagingan yang penuh dosa. Justifikasi Tuhan ini diberikan kepada kita semua yang percaya, bukan karena usaha kita tapi karena kematian-Nya di kayu salib (yang tentu tidak terlepas dari kehendak-Nya).
Allah memberikan identitas baru sebagai anak-anak-Nya kepada kita yang menerima, mengaku percaya, dan mengikut Kristus, sebab kekudusan tidak bersifat transaksional namun sebuah hubungan relasional. Ketika kita sadar dengan Siapa kita berelasi, maka di dalam relasi itulah kita dikuduskan. Hidup kudus (baca: eksklusif milik Tuhan) artinya dipisahkan dari kerumunan, waktu, tempat, dan apapun itu untuk menjadi milik Tuhan sepenuhnya. Bukan berarti kita menjadi seperti para pertapa yang mengasingkan diri, namun hidup kita menjadi berbeda dari dunia ini, karena kita memiliki Kristus yang bertahta di dalamnya.
Dalam hal pembenaran yang dianugerahkan ini, Tuhan juga terus memurnikan (sanctify) melalui sebuah perjalanan yang harus dilewati untuk membentuk perilaku dan karakter yang baru. Nah, tahukah Pearlians bahwa pemurnian yang sedang Tuhan kerjakan juga berkaitan dengan kehidupan kita sebagai “bait Allah” dan berhala? 2 Korintus 6:16a-18 berkata ini:
"Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku. Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa."
Sekali lagi, instruksi-Nya untuk “keluarlah dan pisahkanlah dirimu” di sini bukan mengisolasi diri ya, Pearlians. Setelah dipisahkan, kita perlu untuk dimurnikan dan bertumbuh dari dalam keluar dengan tidak menjadi bagian dari dunia lagi karena kita memiliki kesadaran bahwa kita adalah milik-Nya. Itulah alasan kita tidak boleh menghidupi kehidupan yang Tuhan percayakan ini dengan sesuka hati lagi. Dengan demikian, kita akan dilatih untuk memiliki karakter dan perilaku yang mencerminkan Siapa Dia, Sang Pemilik kita—mulai dari cara membina hubungan, bekerja, berkomunikasi dan berespon kepada sekitar kita.
Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan. Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian. Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.
(Roma 6:19-22)
Jadi, selama proses ini berlangsung, jika muncul rasa berdosa, rasa bersalah, rasa malu, dan tidak layak, kita perlu selalu percaya dan mengingatkan diri sendiri untuk berhenti memanipulasi pikiran dari intimidasi itu, sebab Firman-Nya berkata, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Jadi selama kita menghidupi Firman, dan berjalan bersama Dia, maka pengudusan dan proses pemurnian tersebut sudah terjadi di dalam hidup kita. Apakah Pearlians percaya pada hal ini?
Jika demikian, untuk apa semua ini harus aku percaya dan lakukan?
Nah, pernahkah Pearlians mengetahui proses pembuatan logam mulia? Logam mulia tidak bisa lepas dari pemurnian. Mengaitkannya dengan hal tersebut, apa sih tujuan logam mulia dibuat, seperti yang Paulus katakan di atas? Perabot rumah yang dimurnikan itu memiliki maksud yang mulia, dan sudah dipersiapkan untuk tujuan yang mulia. Mengagumkan, bukan? Siapa di antara kita yang menolak untuk dipakai Tuhan untuk suatu tujuan yang mulia? Saya rasa tidak ada yang menolak, karena pilihan Tuhan selalu yang terbaik.
Namun ada yang perlu kita ingat: Dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah bahwa pengenalan-Nya terhadap siapa kepunyaan-Nya, dan setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan.
Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah, yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia—seperti yang Paulus katakan berikut ini.
Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia. Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni. Hindarilah soal-soal yang dicari-cari, yang bodoh dan tidak layak. Engkau tahu bahwa soal-soal itu menimbulkan pertengkaran, sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.
(2 Timotius 2: 19-26)
Saya teringat saat saya sangat merindukan pekerjaan yang baru. Kala itu, saya bergumul hebat atas menatap masa depan yang menjanjikan; lingkungan kerja yang kurang sehat dan penghasilan yang rendah mendorong saya untuk berdoa dan berserah untuk hidup. Seakan belum cukup, masalah demi masalah datang: Tuhan mengizinkan saya untuk ditusuk dari belakang oleh seorang rekan kerja yang menjelekan reputasi saya kepada atasan; singkat cerita, saya diminta berpikir ulang untuk tetap bekerja di sana. Hal ini sangat menyedihkan. Saya jadi frustasi berat karena tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi lebih baik, dan tidak ada fakta integritas yang jelas dari pihak client yang mengeluh atas kinerja saya. Namun sebagai seorang consultant, bisikan dan review sesama rekan kerja merupakan landasan yang sangat didengar untuk menilai kinerja kerja saya.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya saya memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di beberapa tempat, dan puji Tuhan saya berproses di dua perusahaan ternama di Indonesia. Hari demi hari iman saya terus bertumbuh—saya semakin mengakar kuat di dalam Tuhan karena pemeliharaan-Nya. Dia seakan sedang membawa saya menjauh dari sarang musuh dan memisahkan saya dengan cara-Nya. Bagaimana tidak? Kala itu saya telah menandatangani perjanjian untuk bekerja selama 12 bulan masa percobaan kerja, yang artinya saya akan menerima penalti puluhan juta jika saya mengundurkan diri. Namun karena atasan saya pernah meminta saya untuk berpikir ulang untuk bekerja di sana, Tuhan seolah membuat jalan keluar bagi saya untuk keluar tanpa harus mengeluarkan biaya penalti. Atas permintaan beliau, saya memutuskan untuk keluar di bulan ke-10, sehingga risk cost nya bukan lagi saya yang menanggung tapi perusahaan sendiri sebab mereka yang meminta saya keluar secara halus.
Setelah melalui proses yang sangat mengocok emosi itu, saya diterima di sebuah perusahaan yang terbaik di Indonesia dalam memperlakukan karyawannya (ada HR Reward every year), serta sangat stabil karena bisnisnya berlandaskan peraturan pemerintah, yaitu Undang-undang. Saya sangat bersyukur atas jalan Tuhan. Meskipun ngga enak banget pembentukannya, hal ini efektif untuk memurnikan dan memisahkan saya dari kegelapan dan kekurangan, mengubah saya menjadi pribadi yang tangguh dan mendorong saya untuk semakin mengasihi-Nya.
Hidup di dalam Tuhan bukanlah hidup yang sembarangan. Kita perlu fokus pada tujuan-Nya bukan pada pergumulan kita saja, dan maju terus bersama Dia, saya sudah buktikan dan yakin bahwa masa depan yang penuh harapan itu sungguh ada. Kekudusan adalah suatu pemberian, dan dimurnikan adalah suatu perjalanan menuju tujuan-Nya yang mulia. Selamat berjuang dalam proses pemurnian dan berjalan dari satu kemenangan ke kemenangan.