Suara Para Anonim
by Sandra Priskila
Akhir-akhir ini, penggunaan akun anonim dan pseudonim di media sosial cukup naik daun karena beberapa pengguna akun tersebut membantu mengungkap kasus kriminal maupun memberikan informasi mengenai dengan skandal figur publik. Melihat peristiwa seperti ini, publik dapat menyaksikan keuntungan dari menggunakan akun anonim. Cukup banyak yang mendukung, bahkan membantu menyebarkan informasi atau memberikan informasi terkait kasus yang diusut.
Sudah sejak lama anonimitas digunakan untuk menyembunyikan identitas asli penulis atau komunikator. Sementara itu, pseudonim adalah salah satu bentuk anonimitas yang paling sering digunakan, yaitu menggunakan nama atau identitas lain untuk menyembunyikan identitas asli. Anonim dan pseudonim bukanlah suatu konsep yang muncul karena pesatnya media komunikasi melalui Internet. Seperti yang dikatakan oleh Pengkhotbah, “... tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari” (Pkh. 1:9).
Kehadiran akun-akun anonim ini cukup menarik karena penerapannya beragam dan menjadi populer, contohnya penggunaan akun kedua (second account), penggunaan aplikasi chat anonim, dan nama samaran sebagai username. Sekalipun cukup menjadi tren beberapa tahun belakangan, anonymity dan pseudonymity bukanlah hal yang baru dalam dunia media dan literasi. Cukup banyak penulis menggunakan pseudonim dalam bentuk beberapa penulis atau peneliti mempublikasikan karya di bawah satu nama, serta penulis novel yang menggunakan nama samaran untuk menuliskan karyanya.
Berdasarkan penelitian oleh Kang, Brown, dan Kiesler (2013) dan pengalaman berinteraksi dengan teman-teman yang menggunakan identitas anonim atau pseudonim, saya mencoba merangkum apa saja alasan seseorang menggunakan identitas anonim atau pseudonim.
1. Apa yang disampaikan merupakan topik sensitif sehingga ia ingin menutupi identitasnya.
Ini biasanya berkaitan dengan keterlibatan seseorang dalam komunitas yang memberikan kritik terhadap pemerintah atau melakukan kampanye dan diskusi untuk isu-isu sensitif.
2. Idealisme bahwa lebih penting isinya daripada siapa yang menulis.
Sebagus apapun isi tulisannya, penerima informasi dapat mengabaikan tulisan tersebut bila mengetahui siapa penulisnya, entah karena mereka merasa penulis tidak kredibel atau sekadar tidak suka dengan penulisnya. Selain itu, idealisme ini juga biasanya dianut oleh keterlibatan seseorang dalam komunitas tertentu yang mementingkan isi diskusi atau tulisan daripada memandang siapa yang menulis atau berbicara.
3. Menghindari pencurian identitas, penipuan, dan pelecehan.
Orang-orang yang memilih untuk menjadi anonim dengan alasan ini mungkin memiliki pengalaman kurang mengenakkan ketika berinteraksi melalui Internet. Ada yang terkena penipuan ketika berbelanja secara daring, ada yang identitasnya dicuri oleh orang lain, ataupun menerima pesan melecehkan bahkan dari orang yang tak dikenal.
4. Memisahkan kehidupan nyata dan maya.
Orang-orang seperti ini biasanya menggunakan identitas maya sebagai alter ego mereka dalam berkomunikasi supaya tidak tercampur dengan identitas nyata mereka. Misalnya, seorang yang berprofesi sebagai guru dapat menggunakan akun media sosial pseudonim untuk mempublikasikan hobi fotografinya.
5. Tidak percaya dengan diri dan pendapatnya jadi merasa lebih bebas berpendapat melalui alter ego.
Ini adalah bentuk lain dari alasan pertama dan kedua. Bukan karena konten informasi yang sensitif, melainkan karena sebagai dirinya sendiri mereka merasa tidak cukup layak untuk merepresentasikan diri sebenarnya di dunia maya sehingga harus menggunakan identitas lain. Terkadang, identitas lain ini justru membuat mereka merasa lebih kuat dan berdaya.
Melihat fenomena anonymity serta alasan di baliknya, Pearlians mungkin bertanya-tanya: “Jadi, boleh nggak, sih, menggunakan identitas anonim?”
Identitas anonim memiliki keuntungan sekaligus kerugian yang perlu kita pertimbangkan sebelum menggunakannya (Palme & Berglund, 2002). Beberapa keuntungan yang dapat dirasakan adalah mengungkapkan kasus criminal tanpa tekanan, menyediakan wadah untuk berpendapat dengan lebih bebas terutama bagi orang-orang di wilayah yang pemerintahannya represif, dapat mendiskusikan topik-topik sensitif, mendapatkan evaluasi yang objektif, diperlakukan setara dalam forum daring, mencoba role-playing untuk merasakan berada di posisi yang berbeda, dan berguna bagi orang yang pemalu untuk mempublikasikan sesuatu yang bernilai bagi mereka. Sebaliknya, kerugian dari penggunaan identitas anonim adalah melindungi pelaku kriminal yang memakai kedok identitas palsu, mencari jejaring untuk melakukan tindakan ilegal, dan berkomunikasi secara ofensif atau mengganggu. Singkatnya, identitas anonim memiliki dua sisi yang keduanya tergantung dari kita sebagai manusia penggunanya.
Penggunaan identitas anonim memang perlu mempertimbangkan alasan serta keuntungan dan kelebihannya. Lebih dari alasan serta baik-buruknya, kita perlu mengingat bahwa sebagai murid Kristus, pedoman utama segala aspek kehidupan kita adalah Alkitab. Mari kita bersama periksa Alkitab kita dan coba temukan apakah ada ayat yang secara gamblang mengatakan sesuatu tentang identitas anonim. Ya, tidak ada! Namun, tidak ada bukan berarti kita dapat seenaknya memutuskan apakah akan menggunakan identitas anonim atau tidak.
Bagi saya, ini bukan soal boleh atau tidak boleh. Sebelum memutuskan untuk berkomunikasi secara anonim, kita harus terlebih dahulu menelisik motivasi dan tujuan di baliknya. Selain itu, kita juga harus mempertimbangkan bagaimana kita akan menggunakan identitas anonim itu untuk memberikan dampak yang positif kepada audience kita.
Dalam menggunakan identitas anonim, kita dapat bersama-sama mengingat beberapa hal yang Alkitab katakan.
1. Hidup sebagai anak-anak terang
Matius 5:16, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Apapun yang kita lakukan, hendaknya itu membawa terang bagi orang lain sehingga kita mempersaksikan Kristus, baik melalui identitas asli maupun anonim.
2. Menjadi teladan
Titus 2:7a, “... dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. …”
Dengan hidup dalam terang dan memancarkannya kepada dunia, kita juga ingin supaya kita dapat menjadi teladan bagi orang lain dalam berbuat baik.
3. Pikirkanlah semuanya itu
Filipi 4:8, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”
Segala hal yang kita publikasikan baik dengan identitas asli maupun anonim haruslah melewati filter yang dituliskan dalam Filipi 4:8 di atas. Dengan menggunakan filter ini, kita akan belajar untuk lebih berhikmat dalam memilih hal apa saja yang bisa kita ungkapkan melalui media sosial.
4. Perbuatlah untuk Tuhan
Kolose 3:23, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
Sebagai umat yang sudah ditebus dan dikuduskan, kita harus selalu mengingat bahwa apapun yang kita lakukan adalah untuk Tuhan dan mencerminkan Tuhan dalam kehidupan kita. Segala sesuatu yang terlihat ataupun tidak, yang rahasia ataupun blak-blakan, semuanya itu harus kita lakukan dengan mengingat Tuhan yang sudah mengubah hidup kita. Dengan mengingat prinsip ini, kita dapat belajar untuk lebih bijak dalam memutuskan apakah menggunakan identitas anonim signifikan bagi kita dalam melakukan perbuatan untuk Tuhan.
5. Persembahan hidup yang kudus dan berkenan
Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Sekali lagi, kekudusan hidup kita melingkupi segala aspek hidup kita, termasuk dalam bersosial media. Biarlah kita juga belajar untuk memberikan kehidupan media sosial kita sebagai persembahan hidup yang kudus dan berkenan bagi Allah, sebab seluruh hidup kita adalah untuk Dia.
Pearlians, “tempuhlah jalan orang baik, dan peliharalah jalan-jalan orang benar” (Amsal 2:20). Mari kita memilih jalan yang benar dalam melakukan segala sesuatu agar hanya nama Tuhan yang dipermuliakan. Mari kita belajar untuk berhikmat dalam menjaga kekudusan hidup kita melalui keputusan-keputusan yang kita ambil dalam kehidupan maya maupun nyata kita. Anonim maupun tidak, mari kita tetap menjadi anak-anak yang takut akan Tuhan dan mempersembahkan hidup hanya kepada-Nya. Kiranya Roh Kudus terus menguduskan dan memampukan kita.